Kondisi de javu pernah dialami oleh sebagaian besar orang di dunia. Seperti yang dikutip dari New York Times, hal ini sering dialami oleh orang-orang dengan imajinasi yang lebih terstimulasi, yakni orang yang sering bepergian dan bergelar sarjana.
Dilansir dari The Healthy, de javu memuncak selama awal masa dewasa dan menurun seiring bertambahnya usia. Selain itu, deja vu juga lebih banyak terjadi pada orang yang lelah atau stres dan karena ada alasan neurologis.
Mengutip dari Psychology Today, de javu berkaitan dengan bagaimana otak menyimpan ingatan jangka panjang dan pendek. Para peneliti menjelaskan bahwa informasi yang kita ambil dari lingkungan mungkin 'bocor', dan salah jalan pintas dari memori jangka pendek ke jangka panjang melewati mekanisme transfer penyimpanan khas.
Sejumlah peneliti yakin bahwa deja vu dapat disebabkan oleh campuran antara input sensorik dan output penarikan memori. Hal itu berarti bahwa sesuatu yang sederhana seperti aroma parfum yang sudah dikenal bisa menipu otak untuk berpikir keseluruhan dari momen tersebut.
Kathleen McDermott, dokter peneliti memori di Universitas Washington mengatakan, "jika kamu membayangkan sesuatu yang tidak terjadi di masa lalu, itu dapat menciptakan perasaan keakraban jika hal itu terjadi nanti."