Berdasarkan sebuah studi, banyak anak perempuan yang menganggap kegagalan yang terjadi pada mereka akibat kurang bakat. Paradoksnya, gagasan laki-laki secara inheren lebih cemerlang paling mengakar di negara-negara yang lebih egaliter.
Sterotip bahwa lai-laki lebih unggul dari perempuan sendiri sudah sering dieksplorasi di masa lalu. Studi ini menggunakan data dari 2018 Program for International Student Assesement (PISA), sebuah penelitian yang dilakukan setiap tiga tahun untuk mempelajari lebih lanjut tentang pengetahuan dan keterampilan siswa berusia 15 tahun dalam matematika, membaca, dan sains.
Berdasarkan hasil studi terbaru, sebanyak 71 dari 72 negara yang diteliti, bahkan ketika kinerjanya sama, anak perempuan lebih cenderung mengaitkan kegagalan dengan kurangnya bakat mereka dibandingkan dengan anak laki-laki.
Di negara-negara yang bergabung dalam organisasi internasional yang bergerak di bidang kerjasama ekonomi dan pembangunan atau OECD, 61 persen anak perempuan mengaku setuju dengan pernyataan tersebut.
Baca juga: Banyak Pekerja Perempuan yang Mengundurkan Diri karena Sulit Tingkatkan Jenjang Karier
Di negara-negara non-OECD, kesenjangan masih ada, namun perbedaannya hanya delapan persen. Perbedaannya juga lebih besar di antara siswa yang berkinerja lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berkinerja rata-rata.
Sebuah studi juga mengungkapkan bahwa dalam hal kepercayaan, anak laki-laki lebih cenderung belajar sains dan matematika.
Semakin rendah bakat yang diyakini anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki, maka semakin rendah kepercayaan diri yang mereka miliki, kemudian semakin sedikit mereka menikmati persaingan dan semakin kecil keinginan mereka bekerja di bidang yang biasa didominasi laki-laki seperti teknologi informasi dan komunikasi.
