Joker Dituding Jadi Inspirasi Aksi Keji, Ahli Psikologi: Jangan Salahkan Tontonan Fiksi

- Kamis, 4 November 2021 | 17:44 WIB
Kiri: pria asal Jepang yang terinspirasi dari Joker (Twitter), kanan: tokoh Joker dalam Dark Knight. (Twitter).
Kiri: pria asal Jepang yang terinspirasi dari Joker (Twitter), kanan: tokoh Joker dalam Dark Knight. (Twitter).

Aksi pria Jepang yang meniru tokoh Joker dan menusuk beberapa penumpang kereta di Tokyo akhir pekan lalu menyita perhatian publik di media sosial. Insiden tersebut lantas membuat banyak pihak yang menuding bila tontonan atau bacaan kisah Joker memang seharusnya tidak dikonsumsi publik lantaran dapat  menginspirasi seseorang untuk bertindak keji.

Namun apakah benar sebuah tontonan atau karakter fiksi jahat perlu disalahkan atas tindakan 'Joker' dari Jepang tersebut? 

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Indozone menghubungi dosen serta ahli psikologi perkembangan, Fakultas Psikologi Universitas Pancasila, Aisyah Syihab, M.Si. Menurutnya, penilaian atas sebab akibat yang terjadi dengan insiden di kereta Jepang pada malam Halloween itu dinilai terlalu menggeneralisir.

"Orang-orang yang menyalahkan film Joker karena satu atau dua orang meniru aksi Joker merupakan orang-orang yang melakukan penalaran induktif," kata Aisyah Syihab kepada Indozone lewat pesan singkat.

Menurut Aisyah, penalaran induktif adalah ketika individu melihat satu atau dua kasus (sedikit) lalu mengambil kesimpulan bahwa secara umum (banyak) orang akan berperilaku seperti satu kasus tersebut. Dalam hal ini, menggeneralisir hal yang spesifik, padahal tingkat kesalahannya sangat tinggi untuk penalaran induktif.

Baca Juga: Koleksi 5.284 Merchandise Harry Potter, Wanita Ini Sabet Rekor Dunia

-
pria asa Jepang yang terinspirasi dari Joker (Twitter).

Ia juga menjelaskan bila pada umumnya individu dewasa sangat sedikit yang perilakunya dipengaruhi tontonan. Berbeda dengan anak kecil yang mudah dipengaruhi, sehingga wajar ada ketentuan khusus untuk tontonan anak-anak dan pendampingan orang tua dalam memilih tontonannya.

"Sangat sedikit sebetulnya individu dewasa yang perilakunya dipengaruhi oleh tontonan. Beda dengan anak kecil, yang perilakunya masih sangat dipengaruhi dari apa yang dia lihat dan tonton, karena anak masih meniru dan tidak dapat menilai suatu perilaku yang ia tonton," tambahnya.

Hal ini bisa ditarik kesimpulan bahwa tidak bisa serta merta menyalahkan tontonannya semata. Ia pun menilai untuk kasus Joker di Jepang tersebut lantaran sang pelaku sudah memiliki gangguan tertentu secara mental.

"Jadi tidak bisa serta merta menyalahkan tontonan. Orang dewasa seharusnya sudah bisa menentukan dan menilai perilaku yang ia tonton. Namun jika ada gangguan tertentu, memang bisa saja perilaku yang ia tonton menginspirasinya untuk melakukan perilaku buruk. Akan tetapi, tidak menonton apapun bisa juga membuat individu berperilaku buruk," kata Aisyah.

"Banyak faktor yang menyebabkan individu melakukan suatu hal. Antara lain motivasi dan kesempatan. Motivasi pelaku (Joker Jepang) sudah cukup terlihat, seperti yang ia katakan: ingin dihukum mati. Kesempatan yang ia miliki di malam halloween, di mana banyak orang menggunakan kostum, tidak akan membuat dirinya dicurigai ketika ia berkostum Joker," pungkasnya.

Jadi, bukan salah tontonan dan tak perlu menyalahkan apa yang ditonton, yah.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Makna dan Kegunaan 7 Sakramen dalam Gereja Katolik

Selasa, 26 Maret 2024 | 08:15 WIB

4 Peran Kerjasama Pendidikan oleh Negara ASEAN

Kamis, 21 Maret 2024 | 18:15 WIB
X