Desa Trangsan, Kecamatan Gatak, Sukoharjo, Jawa Tengah, merupakan sentra industri kerajinan rotan yang tetap eksis sampai sekarang, meskipun berulang kali mengalami jatuh bangun.
Hal ini terlihat dari ekspresi Grebeg Penjalin yang diadakan oleh Desa Trangsan dan para pengusaha rotan selama 27-31 Oktober 2022.
Grebeg Penjalin dibuka oleh Bupati Sukoharjo, Etik Suryani pada Kamis (27/10/2022).
Berbagai kerajinan dari warga menyemarakkan event yang sudah kelima kalinya ini. Di antaranya, ada yang serba raksasa. Ada konde raksasa setinggi 2 meter, ada jamur raksasa, kuda raksasa, gazebo, dan lain-lain. Semuanya dengan bahan baku penjalin atau rotan. Ya, orang Jawa Tengah lebih familiar menyebutnya penjalin daripada rotan.
Menurut Ketua Panitia, Suryanto, Grebeg Penjalin 2022 ini diikuti 103 perajin rotan dan ratusan peserta penggembira dari para siswa TK, SD, dan SMP di wilayah Kecamatan Gatak.
"Gerebeg ini kami adakan sebagai wujud syukur, karena penghasilan warga Desa Trangsan 30 persen dari rotan dan masih eksis sampai sekarang." Ungkap Suryanto.
Sejarah Desa Rotan
Mujiman, salah seorang pengusaha rotan menambahkan, Desa Trangsan sudah dikenal sebagai sentra rotan sejak zaman penjajahan Belanda dan ada campur tangan dari pihak Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Kala itu, abdi dalem keraton bernama Sentrowongso memimpin wilayah administratif di Trowangsan (berubah sebutan menjadi Trangsan). Jaraknya sekitar 10 kilometer dari keraton.
Waktu itu, warga sudah ada yang membuat kerajinan sederhana dari rotan.
Lalu makin berkembang setelah dipimpin oleh Ki Demang Wongso Laksono. Yang menjadi perajin rotan bertambah banyak, ada belasan orang. Hasilnya kerajinan tersebut pernah dipamerkan di alun-alun Kidul pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono X (PB X).
Setelah Ki Demang wafat karena ditembak kolonial, kerajinan rotan tetap berlanjut terus. Tidak hanya belasan orang. Bahkan hampir 75 persen warga di Trangsan semua sebagai perajin rotan. Sentra ini mengalami masa kejayaan pada tahun 1990 sampai tahun 2000.
Setelah satu dekade, kata Supardji, sesepuh perajin mebel rotan, kejayaan merosot karena dihantam krisis moneter dan persaingan yang enggak sehat.
Sejak tahun 2006 ke atas, perajin sudah mulai rontok satu persatu. Hanya beberapa saja yang masih tetap bertahan sampai sekarang.
"Mulai tahun 2012, perajin rotan mulai bangkit kembali. Mulai tahun 2016 sudah kami adakan gerebeg penjalin yang pertama. Kemarin karena ada pandemi Covid-19, kami vakum dua tahun," kata Suryanto.