Kawin Tangkap di Sumba, Dilema Antara Tradisi atau Pelecehan Perempuan

- Jumat, 10 Juli 2020 | 12:05 WIB
Shanty dan Tara Basro saat memakai kain tenun Sumba. (INDOZONE/Desika Pemita)
Shanty dan Tara Basro saat memakai kain tenun Sumba. (INDOZONE/Desika Pemita)

Bagi kamu yang belum tahu tentang pemberitaan yang tengah ramai saat ini, disebutkan bahwa beberapa waktu yang lalu media sosial tanah air sempat kembali dihebohkan dengan video singkat dimana seorang perempuan sedang menangis pria secara tiba-tiba saat sedang berada di tempat umum. 

Setelah ditelusuri, ternyata kejadian tersebut terjadi di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kejadian pada video tersebut ternyata merupakan sebuah prosesi kontroversial masyarakat setempat yang dikenal dengan istilah kawin tangkap.

Menurut beberapa pendapat, Merupakan perdebatan apakah sesungguhnya kawin tangkap tersebut merupakan sebuah tradisi kearifan lokal atau hanya sebuah pembanaran diri. Sebagian pihak dipercaya menggunakan istilah tradisi untuk membenarkan perbuatan egois mereka.

Sebab jika ditelaah lebih lanjut, prosesi kawin tangkap yang saat ini dilakukan oleh masyarakat Sumba mengandung unsur pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan sebab calon mempelai perempuan akan ‘diculik’ terlebih dahulu untuk kemudian dikawinkan secara paksa oleh pihak pria yang menculiknya.

Hal semena-mena semacam itu tentu saja menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Bahkan banyak dari perempuan muda di daerah tempat kawin tangkap marak terjadi mengaku bahwa mereka hidup dalam ketakutan setiap harinya.

Mereka merasa tidak tenang dan khawatir jika sewaktu-waktu mereka yang menjadi korban dari kegiatan tak bertanggung jawab tersebut.

Bahkan beberapa pengamat budaya ataupun aktivis pembela hak asasi perempuan sempat mengemukakan pendapat bahwa prosesi kawin tangkap sebaiknya segera dihentikan dan meminta tokoh adat atau aparat berwenang setempat untuk segera mengambil tindakan.

Sebab kawin tangkap di Sumba jelas-jelas dapat dikategorikan sebagai bentuk praktik dari menonjolnya sistem patriarki yang begitu melenceng. Pihak perempuan sudah dianggap sebagai objek yang kemudian diperlakukan dengan seenaknya tanpa adanya persetujuan terlebih dahulu.


Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Makna dan Kegunaan 7 Sakramen dalam Gereja Katolik

Selasa, 26 Maret 2024 | 08:15 WIB

4 Peran Kerjasama Pendidikan oleh Negara ASEAN

Kamis, 21 Maret 2024 | 18:15 WIB
X