Seorang mahasiswi di Desa Goyo, Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, menyita perhatian publik setelah melakukan unjuk rasa bersama beberapa temannya, terkait kondisi jembatan di desanya yang dibiarkan mangkrak selama 16 tahun.
Mahasiswi tersebut bernama Alin Pangalima. Ia adalah mahasiswi IAIN Sultan Amai Gorontalo yang aktif menyorot isu-isu sosial dan aktif dalam gerakan literasi.
Di akun Facebook-nya dan berbagai forum, Alin sudah kerap menyuarakan keinginannya agar jembatan di desanya diperbaiki. Namun, sampai sekarang, jembatan yang diberi nama sesuai nama desanya itu tak juga diperbaiki.
Bahkan ketika ada demonstrasi besar-besaran, aspirasi yang disampaikannya tetap soal Jembatan Goyo.
Puncaknya, pada 6 Mei 2022, Alin bersama beberapa temannya menggelar aksi yang mengundang perhatian. Meski hanya dilakukan oleh beberapa orang, nyatanya apa yang mereka lakukan cukup bergema.
Hal itu tidak terlepas dari tulisan yang mereka bentangkan pada poster yang bawa di lokasi jembatan. Ia menyatakan niat untuk jual ginjal untuk biaya pembangunan jembatan itu.
"Saya mau jual ginjal untuk pembangunan jembatan Goyo #savegoyo," demikia tulisan pada poster yang ia bentangkan di lokasi jembatan yang mangkrak.
"Soalnya dana daerah katanya ndak cukup untuk membiayai pembangunan jembatan yang sudah 16 tahun mangkrak. Mungkin 'ginjal' saya bisa sedikit membantu," tulisnya pada keterangan foto yang ia unggah di Facebook.
Selain dia, beberapa temannya juga membentangkan poster yang sama di lokasi yang sama.
"Torang butuh tambahan ginjal, barangkali ada relawan yang mau menyumbangkan 'ginjal'nya untuk pembangunan jembatan," tulisnya.
Alin pun menjelaskan kenapa Jembatan Goyo di desanya harus dibangun, sembari mengunggah video ekstremnya medan yang harus dilalui warga ketika hujan deras terjadi dan air sungai meluap.
"Pertama, ketika terjadi banjir dan sungai meluap, maka akses penghubung antara Ollot dan Goyo akan seekstrem ini. Bayangkan jika ada orang yang lagi kena sial terus masuk ke dalam sungai lalu tengelam dan meninggal, siapa yang bertanggung jawab?" tulisnya.
Berikut alasan lengkap yang dipaparkan Alin, sebagaimana dikutip Indozone dari unggahannya di Facebook.
Kedua, biaya yang harus dikeluarkan untuk menyeberang sungai lewat rakit. Saat sungai normal, biayanya Rp3.000 sekali lewat. Bayangkan masyarakat berapa kali lewat dalam sebulan di tempat ini.