Mungkin kamu pernah mendengar istilah silent treatment dalam keseharianmu. Perilaku ini umumnya dilakukan oleh seseorang yang enggan atau mencoba menghindari sebuah masalah ataupun perdebatan dengan lawan bicaranya, utamanya sang pasangan. Tapi apa jadinya kalau silent treatment dilakukan oleh orang tua kepada anaknya?
Hal tersebut tentu saja dapat membahayakan kondisi psikologis sang anak. Anak-anak yang belum terbiasa menghadapi sikap diam dari orang tuanya akan menganggap jika dirinya telah melakukan kesalahan yang fatal. Bahkan terkesan tak bisa dimaafkan.
Sang anak akan tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia pun akan terus-menerus dihantui rasa bersalah. Jika sebelumnya ia terbiasa menerima kritikan atau reaksi langsung dari orang tuanya, kini ia bingung dan tak tahu harus berbuat apa kala sang orang tua mendiamkannya begitu saja.
Akibatnya sang anak akan menjadi pemurung, tak ingin bersosialisasi dan merasa tidak percaya pada dirinya sendiri. Ia akan takut bertindak dan juga melangkah. Sebab jika ia sampai salah dalam menentukan langkahnya, sang orang tua akan mendiamkannya kembali.
Di sisi lain, hubungan orang tua dan anak yang seharusnya terjalin dengan erat akan memudar perlahan. Ini dikarenakan sang orang tua merasa perlu melakukan silent treatment agar si anak tak melakukan kesalahan lagi. Padahal seharusnya, orang tua dapat memberikan contoh yang baik pada anak, termasuk dalam proses pemberian solusi.
Ajaklah anak untuk membahas masalahnya, bukan malah mendiamkannya sebagai bentuk ‘hukuman’. Bicarakan dari hati ke hati serta gunakan bahasa yang santai dan tak terkesan menghakimi. Dengan begitu, kata sepakat akan mudah tercapai antara sang orang tua dan si anak.
