Benarkah Belajar Filsafat Membuat Orang Jadi Ateis? Tunggu Dulu, Simak Ulasannya

- Jumat, 11 Maret 2022 | 18:08 WIB
Kolase foto spekulatif Plato (filsuf era Sokratik) dan Herakleitos (dan filsuf pra-sokratik atau filsuf alam). (Wikipedia)
Kolase foto spekulatif Plato (filsuf era Sokratik) dan Herakleitos (dan filsuf pra-sokratik atau filsuf alam). (Wikipedia)

Di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa filsafat secara umum masih dianggap asing--jika bukan momok yang harus dihindari. Bahkan tidak sedikit orang yang awam tentang filsafat, menganggap induk ilmu pengetahuan itu sebagai ilmu yang bertolak belakang dengan agama.

Asumsi naif dan pseudo-sains tersebut selanjutnya menelurkan anggapan bahwa belajar filsafat akan membuat seseorang menjadi ateis--atau kafir dalam istilah agama-agama Abrahamik. Dan celakanya, anggapan tersebut masih bertahan sampai sekarang. 

Beberapa waktu lalu, misalnya, viral di Twitter meme kartun yang mengatakan bahwa Ilmu Filsafat itu haram. Mirisnya, meme itu mengutip pernyataan Imam Asy-Syaafi'i, dengan menafsirkannya secara serampangan.

Pada meme itu tertulis, "Hukum Filsafat adalah haram dan ia pintu kekafiran. Tidak ada dalam filsafat kecuali kebodohan.  Imam Asy-Syaafi'i berkata: Tidak ada sesuatu yang lebih aku benci daripada ilmu filsafat dan ahli filsafat. 

Benarkah belajar filsafat membuat seseorang menjadi ateis?

Banyak pihak menyayangkan pendapat tersebut, terlebih sampai viral pula.

Aziz Anwar Fachrudin, mantan peneliti di CRCS UGM misalnya, mengatakan, "Penerjemahan di meme ini tidak tepat, keluar konteks, dan bisa berimplikasi pada pengharaman ilmu yang tidak bisa dihindari untuk dipelajari. Redaksi asli dari as-Syafi'i tidak memakai kata 'filsafat', tapi 'kalam'."

Mengutip penjelasan akun Twitter @logos_id, anggapan bahwa belajar filsafat membuat orang menjadi ateis adalah anggapan keliru.

Filsafat hadir di dunia ini sejak ribuan tahun yang lalu. Dalam pelbagai literatur, disebut-sebut bahwa orang pertama yang diakui sebagai filsuf adalah Thales. Thales adalah filsuf yang percaya bahwa segala sesuatu di dalam semesta ini berasal dari air.

Pada zaman hidupnya, Thales menjawab segala hal mistis dan seluruh fenomena alam dengan akal yang rasional. Kala itu, orang-orang kalau ditanya apapun pasti jawabnya kehendak dewa (belakangan dipakai istilah Yahweh, Tuhan, Allah, dsb), ketika ditanya tentang kejadian alam maupun ketika ditanya eksistensi manusia itu sendiri.

"Jadi poin pertama postingan di atas yang menyebut kebodohan dalam filsafat sudah bisa ditolak mentah-mentah. Sejak semula, filsafat itu melawan kebodohan dengan memikirkan segala fenomena (baik alam yang diluar manusia maupun manusia itu sendiri) dengan rasionil," tulis akun @logos_id.

Lalu, poin kedua yang menyatakan bahwa filsafat itu bertele-tele dan muter-muter. Hal ini bisa dilihat secara objektif, kita tinggal menanyakan contoh konkret filsafat yang seperti itu. 

"Apakah Nietzsche yang bahasanya berat? Atau Kierkegaard yang reflektif? Atau Freud?" lanjut @logos_id.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

3 Ayat Alkitab Tentang Masa Depan

Selasa, 16 April 2024 | 17:00 WIB

5 Contoh Hak Siswa di Sekolah yang Kamu Harus Tau!

Kamis, 11 April 2024 | 09:10 WIB
X