Merawat Tradisi Gemohing Bertani Gotong Royong Warisan Leluhur yang Masih Bertahan di NTT

- Selasa, 29 Maret 2022 | 20:50 WIB
Sejumlah petani yang terhimpun dalam Kelompok Tani Bayolewun di Desa Tuwagetobi, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, NTT, saat sedang membersihkan lahan pertanian. (ANTARA/HO-Kamilus Tupen Jumat)
Sejumlah petani yang terhimpun dalam Kelompok Tani Bayolewun di Desa Tuwagetobi, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, NTT, saat sedang membersihkan lahan pertanian. (ANTARA/HO-Kamilus Tupen Jumat)

Setelah enam tahun berlalu, para petani yang dulunya lebih memilih berubah haluan sebagai majikan.

Kehidupan mereka sudah cukup bagus karena lahan pertanian mereka digarap secara optimal hingga mampu memberikan hasil.

Demikian diutarakan Ketua Kelompok Tani Bayolewun, Desa Tuwagetobi, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Kamilus Tupen Jumat (58) dalam sebuah perbincangan pagi itu seperti yang dilansir Antara.

Tuwagetobi adalah sebuah desa kecil di kaki Gunung Ile Boleng yang membentang di bagian timur Pulau Adonara.

Desa itu dihuni masyarakat petani yang menggarap lahan di lembah gunung hingga ke sekitar pesisir pantai timur.

Di desa itu lah sebuah tradisi bekerja bersama-sama atau gotong royong yang dalam bahasa daerah disebut Gemohing terpelihara.

Bahkan, pengamalan nilai tradisi warisan leluhur itu yang membawa petani keluar kesulitan hidup di tengah lahan kering yang menjadi momok.

Tupen Jumat menurutkan, titik balik perubahan nasib para petani terjadi mulai Maret 2010, ketika Kelompok Tani Bayolewun mulai terbentuk dengan beranggotakan 70 orang.

Kelompok tani itu menerapkan pendekatan baru dalam menjalankan tradisi Gemohing dari sebelumnya yang hanya berlandaskan rasa kekeluargaan dan tanpa pamrih menjadi sebuah tradisi yang mampu memberikan manfaat secara nyata dalam memperbaiki kualitas hidup petani.

"Jadi nilai saling bahu-membahu dalam Gemohing itu tetap terpelihara namun di sisi lain, ada pendapatan yang diterima petani untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka," katanya.

Pendapatan tersebut diperoleh dari sebuah sistem kerja yang diterapkan Kelompok Tani Bayolewun yaitu simpan-pinjam tenaga kerja.

Tupen Jumat menjelaskan, dalam sistem kerja itu, setiap anggota kelompok memiliki kesempatan menginvestasikan waktu dan tenaga untuk membantu anggota lainnya dalam menggarap lahan pertanian untuk persiapan menanam.

Anggota kelompok yang lahannya digarap, berperan sebagai majikan yang membiayai petani lain sesuai harga yang disepakati bersama menggunakan dana pinjaman dari kelompok tani.

Misalnya upah sekali kerjaRp50 ribu per orang, sedangkan kebutuhan tenaga kerja sebanyak 10 orang maka, kelompok memberikan pinjaman Rp500 ribu kepada anggota tersebut untuk membayar upah pekerja.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Makna dan Kegunaan 7 Sakramen dalam Gereja Katolik

Selasa, 26 Maret 2024 | 08:15 WIB

4 Peran Kerjasama Pendidikan oleh Negara ASEAN

Kamis, 21 Maret 2024 | 18:15 WIB
X