Diawali dari sebuah gerakan sosial oleh Ronni Abergel di salah satu acara di Copenhagen, Denmark pada tahun 2000. Kini perpustakaan manusia sudah berkembang menjadi sebuah organisasi internasional di lebih dari 70 negara, walaupun pada umumnya perpustakaan manusia hanya berupa bagian dari suatu event yang berlangsung selama beberapa hari.
Akan tetapi, dimulai oleh Australia yang mendirikan perpustakaan manusia secara permanen di Lismore pada tahun 2006, hingga kini terdapat beberapa negara yang juga mendirikan bangunan perpustakaan manusia secara permanen, seperti Inggris dan India.
Pada dasarnya, tujuan terbentuknya gagasan perpustakaan manusia adalah guna memuaskan atau bahkan membantah prasangka dan penilaian seseorang akan stereotype pada suatu hal yang mereka percayai dengan cara bertanya langsung pada ‘buku-buku’ atau narasumbernya secara langsung di perpustakaan manusia tersebut.
Contoh tema yang bisa ditanyakan langsung dengan bertanya kepada ‘buku’ atau narasumber dengan pengalaman yang unik dan biasanya sulit untuk ditemui dalam kehidupan sehari-hari misalnya seperti tema pertanyaan seputar kaum minoritas di suatu negara, bipolar, LGBT, positif HIV, ibu muda, pengungsi akibat perang, disabilitas, gelandangan, dan lain sebagainya.
Perlu diingat bahwa meskipun semua narasumber secara sukarela bersedia menjadi narasumber, penanya tetap diharuskan untuk bertanya secara sopan. Selain itu jika pertanyaan dianggap terlalu sensitif, maka narasumber berhak untuk tidak menjawab.
Jadi setelah memilih narasumber yang akan ditanyai, mereka akan pindah ke kursi dan meja yang telah disiapkan untuk saling melakukan tanya jawab selama 30 menit sesuai dengan waktu pinjam ‘buku’ tersebut.
