Kisah Toepon, Saksi Perjuangan Kemerdekaan RI yang Namanya Tak Tertulis di Buku Sejarah

- Jumat, 11 November 2022 | 14:09 WIB
Toepon (kiri) tentara pelajar yang menjadi polisi (Z Creators/Edelweis Ratushima)
Toepon (kiri) tentara pelajar yang menjadi polisi (Z Creators/Edelweis Ratushima)

Momen Hari Pahlawan dimaknai banyak orang sebagai hari untuk mengenang perjuangan para pahlawan yang mendahului kita. Atau bisa jadi, di sekitar kita masih ada saksi sejarah yang masih hidup. Toepon, misalnya. Pria berusia 89 tahun ini merupakan seorang pensiunan polisi yang dulu pernah berjuang bersama Detasemen Tentara Pelajar di Klaten, Jawa Tengah.

Toepon kini tinggal di Desa Sabranglor, Kecamatan Trucuk, Klaten, Jawa Tengah bersama salah seorang anaknya. Pada 1949 dirinya sudah bergabung di Detasemen Tentara Pelajar di Klaten. Salah satu teman seangkatannya adalah pahlawan R. Sudibyo yang mati tertembak oleh pasukan Belanda. Waktu usia Toepon masih 15 tahun ia ikut bergabung, meneruskan jejak perjuangan ayahnya yang bernama Tukimin (almarhum).

-
Toepon sosok pahlawan tak tertulis (Z Creators/Edelweis Ratushima)

Waktu pahlawan Sudibyo tertembak, dirinya bersama pasukan menuju ke Desa Mudal, Klaten Utara. Jaraknya sekitar 10 km dari Sabranglor, Trucuk. Sesampai di Karanganom, pasukan bertemu dengan rombongan tentara Belanda dan menembak mati Sudibyo sekitar jam 3 sore. Karena situasi sangat mencekam, jenazah Sudibyo sampai rumah di Desa Sabranglor jam 1 malam. Baru keesokan harinya, upacara pemakaman dilaksanakan.

Setelah tingkat keamanan negara agak stabil, Toepon pernah ditawari masuk tentara oleh R Maladi, Menteri Olahraga yang pernah menjadi Komandan Resimen Surakarta. Tawaran itu ia terima pada 1953. Namun baru ikut selama 23 hari, ayahnya enggak setuju. Alasannya, Toepon adalah anak tunggal. Tukimin takut kalau anak semata wayangnya tersebut mati saat bertugas menjadi tentara.

-
Toepon (kanan) ketika ditemui pemerintah setempat (Z Creators/Edelweis Ratushimqa)

Sebagai anak, Toepon menuruti kemauan orang tuanya. Ia juga masuk bekerja sebagai perawat ke RS Suradji Tirtonegoro (RS Tegalyoso waktu itu). Namun lagi-lagi, ayahnya tidak setuju dan Toepon pun keluar. Sekitar 1958, Toepon diam-diam mandaftarkan diri ke Bintara Polri dan diterima. Kabar baik itu tidak ia kabarkan kepada orang tuanya, karena yakin tidak setuju.

Suatu hari, ia pulang ke rumahnya, masih memakai seragam polisi lupa tidak ganti. Lalu ditanya ayahnya, “kamu bekerja sebagai apa kok memakai seragam seperti itu?” Toepon tidak bisa mengelak lagi, akhirnya mengaku kalau dirinya sebagai polisi.

Tahun 1966 ia pindah tugas ke Polres Klaten. Ia pernah bertugas di Polsek Ketandan, Polsek Delanggu, Polsek Trucuk, dan jabatannya sebagai anggota penyidik umum di Reskrim dengan pangkat terakhir sebagai Pelda.

-
Toepon ketika ditemui di rumahnya (Z Creators/Edelweis Ratushima)

Sebagai generasi tua yang banyak makan asam garam kehidupan, Toepon merasa generasi muda zaman sekarang kurang akan ilmu pengetahuan sejarahnya. Mereka kurang aktif bertanya kepada sesepuh saksi sejarah. Untuk menghormati R Soedibyo, makamnya dipindah ke Taman Makam Pahlawan pada tahun 1980. Di TPU setempat juga dibangun prasasti atau tugu Tentara Pelajar. 

Itulah secuil sejarah yang tidak tercatat di buku sejarah pelajaran sekolah. 

Dengan membaca kisah Toepon ini, diharapkan semangat para generasi muda terpacu untuk Indonesia yang lebih baik lagi.

Artikel Menarik Lainnya:

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

3 Ayat Alkitab Tentang Masa Depan

Selasa, 16 April 2024 | 17:00 WIB
X