Kisah Kakek Mustakim: 60 Tahun Berjualan Buku Mengajarkan Sabar, Tabah dan Berhati Luas

- Kamis, 19 Januari 2023 | 16:45 WIB
Kakek Mustakim setia berjualan buku (Z Creators/Haryo Pamungkas)
Kakek Mustakim setia berjualan buku (Z Creators/Haryo Pamungkas)

Mustakim (73) bersiap salat zuhur saat Z Creators Haryo Pamungkas sampai di kediamannya di Jln. Kenanga 39, Jember Kidul, Jember, Jawa Timur Rabu (11/1/2023). Di ruang tamunya itulah nampak tumpukan ratusan buku, majalah, novel, hingga komik. Nyaris semua sudut ruangan yang berukuran 3x5 meter itu dipenuhi buku. Ia mengatakan, kecintaannya terhadap buku dimulai pada 1963. 

-
Mustakim di antara tumpukan buku di rumahnya (Z Creators/Haryo Pamungkas)

Mulanya, Mustakim adalah seorang penjual koran dan menggelar lapak buku di dekat Pasar Tanjung, Jember. Semua buku dagangannya ia dapatkan dari sebuah toko buku yang tutup.

“Dulu, awalnya saya jualan koran, kalau enggak salah tahun 1963. Keliling dari Pasar Tanjung sampai Rumah Sakit Soebandi di Patrang. Terus ada toko buku yang tutup, saya ditawari buat mengganti buku-bukunya,” ujarnya.

Awalnya Mustakim ragu, apalagi ia enggak punya modal untuk berjualan buku.

“Awalnya saya ragu, darimana uangnya buat modal? Untungnya yang jual bilang dibawa dulu, uangnya belakangan saja. Sejak itu saya mulai menggelar lapak di dekat Pasar Tanjung untuk berjualan buku, ternyata yang beli banyak sekali hingga antre. Saya sampai panas-dingin memegang uang segitu,” kenangnya.

Buta Huruf hingga Konsisten Membaca

-
Rumah Mustakim menjelma jadi toko buku (Z Creators/Haryo Pamungkas)

Saat pertama berjualan buku, Mustakim mengaku enggak bisa membaca dan tak lulus sekolah rakyat (sekolah dasar). Keinginannya belajar membaca muncul karena merasa malu kepada pembeli.

“Saya ini kan jualan buku, masa enggak bisa baca, jadi malu sama yang beli,” katanya.

Ia lantas belajar dan bertanya ke sana-sini agar bisa membaca. 

-
Mustakim masih setia berjualan buku di era digital (Z Creators/Haryo Pamungkas)

Perjalanan Mustakim berjualan buku diwarnai naik-turun. Ia bercerita bagaimana iklim perbukuan dulu dan sekarang. Juga perjuangannya bertahan di sana. Sekitar tahun 1998-2004 ia sempat berhenti berjualan buku. Menyerah, katanya, ia merasa tak enak dengan mendiang istrinya sebab saban hari tak satupun buku-bukunya laku.

“Saya sampai keliling ke sekolah-sekolah, ternyata mereka sudah tidak memakai buku yang lama. Sudah berganti kurikulum. Tiap hari saya berkeliling dan tak satupun buku yang terjual.” Ungkap Mustakim.

Baca Juga: Toko Buku Akik: Humble Place Bergaya Vintage di Jogja, Bikin Dian Sastro Jatuh Cinta

Tiga tahun kemudian ia memutuskan kembali berjualan buku. Tapi tak lagi berkeliling dan hanya menunggu pembeli di rumahnya. Pembelinya tak banyak, setidaknya ada tiga hingga lima mahasiswa dan dosen yang mencari buku ke rumahnya.

-
Mustakim di depan rumahnya (Z Creators/Haryo Pamungkas)

Kini, Mustakim tinggal sendiri setelah istrinya meninggal dan anak-anaknya menikah. Ia menghabiskan masa tuanya bersama buku-buku. 

Di tengah era buku digital, Mustakim masih yakin buku cetak tetap dibutuhkan. Enggak hanya transfer ilmu katanya, membaca buku juga bisa mengajarkan sabar, tabah, dan berhati luas. Kesetian Mustakim kepada buku adalah sesuatu yang tak ternilai.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

3 Ayat Alkitab Tentang Masa Depan

Selasa, 16 April 2024 | 17:00 WIB
X