Banyak hal yang terjadi selama pandemi Covid-19. Salah satunya adalah peningkatan angka kekerasan terhadap perempuan.
Data dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) serta Komnas Perempuan mengungkapkan kasus kekerasan terhadap perempuan telah meningkat hingga 75%.
Tak jauh berbeda, LBH APIK juga menerima lonjakan aduan kekerasan yang dialami oleh perempuan selama pandemi Covid-19. Direktur LBH APIK Siti Mazumah mengatakan, biasanya aduan kekerasan yang masuk per bulan sebanyak 30 kasus. Namun di periode pandemi Covid-19, jumlah aduan yang masuk mencapai tiga kali lipatnya.
"Per bulan biasanya ada 30 kasus yang kami terima. Dalam kondisi pandemi sejak 16 Maret hingga 7 Juni kami menerima di atas 90 kasus terhadap perempuan," kata Mazumah dalam sebuah konferensi pers virtual, Rabu (10/6/2020).
Dirinya mengatakan, kasus kekerasan yang paling tinggi dilaporkan adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Selain itu, angka kasus yang cukup tinggi adalah kekerasan berbasis gender online. Dalam kasus ini, korban mendapatkan ancaman dari pelaku dalam bentuk eksploitasi seksual.
"Kasus yang paling tinggi ialah KDRT, kemudian yang kedua kekerasan berbasis gender online. Foto dan video intim yang dimiliki para pelaku menjadi senjata untuk mengancam korban. Kekerasan ini banyak terjadi saat di rumah," ujar Mazumah.
Ia menerangkan, biasanya korban baru melaporkan kasus ketika sudah berulang kali mendapatkan ancaman. Saat sudah merasa tidak tahan, korban baru mencari bantuan. Ada laporan yang baru masuk yakni korban kekerasan oleh pamannya sendiri.
"Modus ancaman yang dipakai akan disebarin foto dan videonya kalau tidak mau diajak hubungan suami istri atau kasih uang. Biasanya pelaku yang mengancam pakai akun fake atau orang terdekat korban," pungkas Mazumah.
