Gaji Ratusan Juta! Direktur Asal Indonesia Ini Merantau Sendirian ke Luar Negeri Sejak SMP

- Jumat, 12 Agustus 2022 | 19:35 WIB
Tom (kanan) bersama istrinya di KL Flying Dinner (Dok. Pribadi)
Tom (kanan) bersama istrinya di KL Flying Dinner (Dok. Pribadi)

Lahir di Indonesia, Tom Becher Dalimunthe jadi anak muda pertama yang memegang jabatan direktur di perusahaan yang masuk dalam jajaran Top 30 Asia. Tom panggilannya, sukses menjadi salah satu anak Indonesia termuda di Malaysia yang memegang jabatan Direktur Pelaksana dari salah satu perusahaan ternama di Asia, Rolling Arrays. 

Pria kelahiran Jakarta, 25 Mei 1993 ini adalah seorang anak berdarah Batak dari seorang Ibu pengusaha bernama Hotmawati (60) dan ayahnya pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) bernama Edison Dalimunthe (77).

-
Tom berdiskusi bersama klien (Dok. Pribadi)

Rolling Arrays adalah perusahaan multinasional perangkat lunak yang masuk dalam jajaran Top 30 versi Silicon Review sebagai perusahaan paling berkembang pesat di Asia. Kantornya bermarkas di Singapura dengan cabang perusahaan di Australia, Hong Kong, Malaysia, Uni Emirat Arab, dan India.

Ibunda gerbang kesuksesan

Pengalaman Tom untuk sampai di tahap ini adalah perjalanan panjang yang membutuhkan ketekunan dan disiplin tinggi. Tom bahkan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Adventist University of the Philippines Academy di Filipina pada umur 15 tahun. Di tempat yang sama, Tom juga menyelesaikan pendidikan sarjana di jurusan Development Communication saat masih berumur 19 tahun.

-
Tom saat momen wisuda bersama ibunda (Dok. Pribadi)

Saat ini, dirinya sedang menyelesaikan Master of Business Administration (MBA) dari University of the West of Scotland yang ditempuhnya secara hybrid.

“Alhamdulillah, dari SD mama saya sudah membangun fondasi pendidikan sebagai gerbang menuju masa depan. Bahkan, dulu pulang sekolah, sebelum berangkat mengaji, kami sambil ngantuk-ngantuk dipaksa dulu sama mama jalan kaki ke depan komplek untuk duduk di tempat les Bahasa Inggris,” ujar Tom kepada Reja Dalimunthe, Tim Z Creators yang juga kakak dari Tom.

Bukan hanya soal akademis dan pengembangan kemampuan berkomunikasi anak, Ibunda Tom juga menerapkan disiplin pada hal-hal yang berbau non-akademis kepada anak-anaknya. Sejak kecil, meski memiliki Asisten Rumah Tangga (ART), Tom dan saudaranya masih harus melakukan pekerjaan beberes rumah dan bekerja sama dengan ART.

“Wah kalau ingat dulu, saya itu paling malas nyapu, ngepel, nyuci piring dibandingkan dengan saudara-saudara saya. Akhirnya saya sering dihukum memasak, disuruh goreng ikan cue sambil nangis, saya sampai pake helm untuk melindungi mata saya karena takut terkena minyak yang meledak-ledak,” tambahnya.

-
Tom dan ibunda selepas wisuda (Dok. Pribadi)

Karena dikenal nakal dan sering nongkrong enggak jelas, berbeda dengan para saudaranya, Ibunda pun memutuskan untuk segera memberangkatkan Tom terlebih dahulu ke sekolah asrama di Filipina. Namun karena keterbatasan anggaran keluarga, Tom berangkat sendiri ke Filipina dan dijemput oleh agen sekolahnya. Sayangnya, hari pertamanya di luar negeri Tom harus tertahan di imigrasi Filipina.

“Dulu tahun 2007 sampai di Manila, Filipina, saya bengong sambil nangis kejer karena ditahan oleh petugas imigrasi mirip polisi. Tapi berkat bantuan orang Indonesia, saya ingat namanya Kak Ola dari pesawat yang sama, saya akhirnya bisa lolos dan bertemu agen saya di luar bandara.” Ucapnya sambil menahan sedih.

Lulus kuliah di usia belia

-
Tom bersama sang istri di KL Flying Dinner (Dok. Pribadi)

Filipina menjadi negara tujuan orang tuanya untuk menyekolahkan Tom dan saudara-saudaranya karena dianggap murah, berkualitas dan berbahasa Inggris. Karena hampir kebanyakan sekolah maupun universitas di Filipina memiliki kurikulum pembelajaran yang serupa dengan Amerika Serikat.

Tom berhasil menyelesaikan pendidikannya di Filipina pada umur 19 tahun saja.

“Saya pertama kali ke luar negeri juga nekat, ditawarin SMA di Filipina sama mama. Untuk anak Indonesia yang punya kemampuan di atas rata-rata, kami dapat menjalani assessment untuk mengambil akselerasi 1 tahun saja. Sehingga saya udah bisa mulai kuliah umur 15 tahun tapi kuncinya tetap rajin dan disiplin kalau di sana.” Terangnya kepada Reja.

Mengalami diskriminasi

-
Tom bersama rekan kerjanya (Dok. Pribadi)

Setelah lulus kuliah, Tom enggak mengenal istilah quarter life crisis, karena dalam hidupnya, ia hanya ingin bekerja keras, stabil, fokus dan segera berkarya untuk bangsa, salah satu mimpinya adalah menjadi Duta Besar Indonesia muda untuk negara sahabat. Sejak lulus, Tom langsung bekerja di perusahaan global di Filipina, Singapura hingga akhirnya bekerja di Malaysia sebagai profesional.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Makna dan Kegunaan 7 Sakramen dalam Gereja Katolik

Selasa, 26 Maret 2024 | 08:15 WIB

4 Peran Kerjasama Pendidikan oleh Negara ASEAN

Kamis, 21 Maret 2024 | 18:15 WIB
X