'Balas Dendam'! Dulu Nunggak SPP Sekolah, Sarjana ITB Ini Buat Gerakan Mengajar Gratis

- Senin, 27 Juni 2022 | 20:00 WIB
Dian Turi, pendiri gerakan Sabtu Mengajar. (Dok. Pribadi)
Dian Turi, pendiri gerakan Sabtu Mengajar. (Dok. Pribadi)

Tidak bisa menutup mata bahwa pendidikan di Indonesia masih belum merata. Banyak di antara mereka yang harus melepaskan hasrat mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi karena terbentur banyak hal. Bahkan, beberapa dari mereka yang tinggal tidak jauh dari Ibu Kota juga memiliki keterbatasan yang hampir sama dengan mereka yang tinggal jauh di pelosok Tanah Air.

-
Dian Turi, pendiri gerakan Sabtu Mengajar. (Dok. Pribadi)

Berangkat dari keprihatinan tersebut, pemuda asal Kota Pandeglang, Banten, bernama Dian Turi akhirnya menginisiasi gerakan mengajar di kampungnya. Dian yang sekarang sedang magang di lembaga philantropis Rumah Amal Salman ITB ini memiliki pengalaman yang cukup getir ketika berusaha mendapatkan pendidikan.

Tinggal dan besar dari keluarga yang sederhana membuat ia harus memiliki usaha lebih untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik. Berkat ketelatenannya, kerja kerasnya pun berbuah manis. Ia akhinya lolos di salah satu kampus terbaik di Indonesia.

-
Kegiatan gerakan Sabtu Mengajar. (Dok. Pribadi)

Dian bisa lolos kuliah dan mendapatkan beasiswa penuh dari Kementerian Perdagangan. Beasiswa tersebut menutup biaya pendidikannya sampai lulus kuliah, tapi tidak dengan biaya hidup. Saat itu orang tuanya pun hanya sanggup memberi uang sebesar Rp300 ribu setiap bulannya. 

Dian yang sejak tingkat 1 sangat aktif berorganisasi, akhirnya mendapatkan beasiswa tambahan dari Rumah Aktivis Salman. Sejak tingkat 2 di universitas, ia tidak lagi meminta uang bulanan kepada orang tuanya. Selain dua beasiswa tersebut, ia juga mendapatkan beasiswa lain yang akhirnya bisa menutup biaya-biaya lain di luar biaya pendidikan.

-
Kegiatan gerakan Sabtu Mengajar. (Dok. Pribadi)

Walaupun terlahir tanpa privilege, ia beruntung mendapatkan orang tua yang sangat sportif mendukung karir pendidikannya. Dian bercerita, ketika duduk di bangku SMA ia yang sempat menunggak SPP selama 4 bulan. Seorang guru akhirnya membantu Dian melunasi biaya SPP tersebut. 

Titik balik itulah yang akhirnya membuat Dian bertekad membalas semua kebaikan orang tua dan gurunya dengan prestasi. Ia juga bercita-cita memberikan beasiswa untuk orang lain yang membutuhkan kelak ketika usianya menginjak 25 tahun.

-
Kegiatan gerakan Sabtu Mengajar. (Dok. Pribadi)

Ketika kuliah di jurusan D3 Akademi Metrologi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung (ITB), Dian kerap berpartisipasi sebagai sukarelawan dalam berbagai kegiatan. Hal itulah yang akhrinya membuat Dian terinspirasi untuk menciptakan kegiatan sukarelawan yang bisa memberikan dampak besar untuk anak-anak di kampungnya. Terciptalah gerakan “Sabtu Mengajar” di kota kelahirannya, Pandeglang. 

Sesuai dengan namanya, gerakan tersebut hanya dilakukan setiap hari Sabtu. Dian yang saat itu masih kuliah di Bandung tentu memiliki keterbatasan waktu dan jarak untuk mengajar. Ia akhirnya merekrut beberapa siswa SMA untuk ikut berpartisipasi sebagai pengajar di kelas “Sabtu Mengajar”

-
Kegiatan gerakan Sabtu Mengajar. (Dok. Pribadi)

Siswa SMA itu pun adalah mereka-mereka yang juga tinggal di desa tempat Dian tinggal. Mereka diberikan pelatihan sebelum akhirnya terjun mengajar. Sesuai dengan niatnya, ia ingin memberdayakan semua orang-orang di kampungnya. Meskipun tinggal di luar kota, ia tetap bisa mengontrol gerakan tersebut dari jauh.

Niat baiknya di  gerakan Sabtu Mengajar tidak selalu mendapatkan tanggapan yang baik. Dian mengaku sering kesulitan memberikan pemahaman kepada orang tua adik binaannya. Mereka menganggap Dian memiliki banyak uang dan bisa menyekolahkan anak-anak mereka. 

-
Dian bersama relawan gerakan Sabtu Mengajar. (Dok. Pribadi)

Tidak semua orang tua bisa langsung faham dengan penjelasannya. Beberapa orang tua adik binaanya juga bukannya tidak mampu untuk menyekolahkan anak-anaknya, tetapi mereka menganggap pendidikan itu tidak penting. 

Hal tersebut tentu  memberikan tantangan tersendiri untuk Dian dan teman-temannya. Meskipun demikian, gerakan tersebut tetap bisa bertahan dan bahkan lebih berkembang ketika mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan. 

Murid yang ia didik mulai dari anak SD sampai SMA. Mata pelajaran yang diberikan juga beragam, mulai dari pelajaran eksak sampai bahasa Indonesia. Gerakan kecil yang ia ciptakan ternyata berdampak besar bagi adik-adik binaannya. 

Halaman:

Editor: Yayan Supriyanto

Tags

Terkini

Makna dan Kegunaan 7 Sakramen dalam Gereja Katolik

Selasa, 26 Maret 2024 | 08:15 WIB

4 Peran Kerjasama Pendidikan oleh Negara ASEAN

Kamis, 21 Maret 2024 | 18:15 WIB
X