Kilas Balik: Jurnalis Perempuan Meutya Hafid Disandera 7 Hari di Irak dan Ditodong Senjata

- Rabu, 9 Februari 2022 | 18:35 WIB
Meutya Hafid saat disandera di Irak. (Istimewa)
Meutya Hafid saat disandera di Irak. (Istimewa)

Pada 18 Februari 2005 menjadi hari yang paling menegangkan bagi Meutya Hafid dan rekan sesama jurnalisnya, Budianto. Dua jurnalis Metro TV ini disandera selama 7 hari atau 168 jam oleh kelompok yang disebut Mujahidin di Irak.

Kala itu, Meutya belum lama pulang dari Aceh untuk meliput tsunami yang terjadi pada Desember 2004. Dia dikirim ke Irak bersama satu orang rekannya untuk meliput pemilu pertama Irak setelah jatuhnya Saddam Husain.

Dikutip dari Tabloiddiplomasi.org, Meutya dalam wawancaranya pada tahun 2009 silam mengatakan bahwa dirinya berangkat ke Irak dilandasi dengan itikad baik. Dia percaya bahwa segala sesuatu yang diniatkan baik juga akan menghasilkan kebaikan.

Meutya menuturkan bahwa kehadirannya di Irak ingin menghadirkan berita yang berimbang. Pemberitaan seputar Irak kala itu hanya didominasi oleh media barat.

Meutya kemudian menceritakan bahwa KBRI Baghdad masih ditutup ketika ia berangkat ke Irak. Penutupan tersebut sebagai bentuk tidak mendukung invansi pasukan koalisi ke Irak.

"Saya berangkat ke Irak sejak invasi pasukan koalisi ke Irak ketika invasi tahun 2003 dan masih memiliki beberapa kontak person termasuk staff lokal KBRI. Namanya Nasser, ia adalah warga Irak yang pernah bekerja sebagai staff lokal di Kedutaan Indonesia di Irak," kata Meutya.

Jurnalis perempuan sahabat Najwa Shihab itu kemudian menceritakan proses penangkapan dan penyanderaan dirinya dan Budianto. Meutya menuturkan proses penangkapan sangat menegangkan layaknya penyanderaan seperti yang dilihat di film-film.

Meutya kala itu sudah berpikir bahwa ia tidak akan selamat dan akan langsung ditembak. 3 penyandera membawa senjata api yang bentuknya seperti AK 47.

Penyandera tersebut mengambil alih mobil dan memegang Meutya dengan menodongkan senjata. Sementara itu, matanya ditutup rapat dengan sorban. Meutya dibawa oleh penyandera ke daerah gurun dengan menempuh perjalanan 2 jam.

"Disaat itu saya sadar, kami diculik dan akan terjadi proses negosiasi dengan pemerintah. Saat itu sangat besar harapan kami agar pemerintah merespon dengan cepat," ungkap Meutya.

Meutya tidak tahu persis apa motif para mujahidin tersebut melakukan sandera. Motif penyanderaan memiliki karakteristik seperti motif balas dendam, motif ekonomi dan motif politik.

-
Meutya Hafid. (Instagram/@meutya_hafid)

Kala itu, Meutya berusaha menjelaskan satu per satu motif-motif yang dituduhkan penyandera. Meutya menegaskan bahwa Indonesia tidak mendukung perang di Irak, sehingga motif balas dendam pun gugur.

Selama disandera, mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena putus komunikasi. Tidak ada signal di gurun dan seluruh perangkat komunikasi disita oleh kelompok penyandera tersebut.

Saat penyanderaan tersebut, mereka terang-terangan menyampaikan ketidaksukaannya dengan media karena menyampaikan pemberitaan yang tidak berimbang terkait perang Irak.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Makna dan Kegunaan 7 Sakramen dalam Gereja Katolik

Selasa, 26 Maret 2024 | 08:15 WIB

4 Peran Kerjasama Pendidikan oleh Negara ASEAN

Kamis, 21 Maret 2024 | 18:15 WIB
X