Menjelang jam 10.00 pagi, pasangan suami istri Feri Santoso dan Siti Daumi, nampak sibuk membuka gerobak angkringan mereka, di Jalan Solo-Jogja, Delanggu, Klaten, Jawa Tengah.
Atap gerobak dibuka, makanan disusun rapi, dan spanduk mereka bentangkan di depan gerobak angkringan.
‘Angkringan Apotek Kenyang’ dan ‘Senyum Difabel’, begitu tulisan yang terpampang di depan spanduk. Ya, pasutri Feri dan Siti Daumi adalah penyandang disabilitas, tuna daksa. Keduanya mendirikan angkringan ini, demi meringankan sesama penyandang disabilitas.
Apalagi selama masa pandemi, angkringan ini memberikan diskon 50 persen untuk penyandang disabilitas dan keluarganya. Karena di Desa Gatak sendiri ada Komunitas Difa Mandiri, yang beranggotakan 30 orang penyandang disabilitas.
Aneka menu yang ditawarkan sama seperti angkringan kebanyakan. Seperti nasi kucing dan aneka gorengan, serta es teh dan wedhang jahe hangat.
Cukup untuk mengisi perut dengan harga terjangkau, aneka gorengan dijual mulai dari Rp500 per buah dan nasi kucing harganya Rp2 ribu saja. Semua makanan ini merupakan titipan dari keluarga difabel di Desa Gatak, Delanggu.
Angkringan ini sendiri difasilitasi oleh Pemdes Gatak dengan dana desa. Sementara gerobaknya milik Serdadu Delanggu atau Komunitas Penyandang Disabilitas Tingkat Kecamatan Delanggu. Makanya, angkringan ini dikenal juga dengan sebutan Angkringan Gotong Royong.
Sehari-hari, angkringan ini bisa mengantongi omzet Rp500 ribu. Hasil tersebut dibagi untuk Komunitas Penyandang Disabilitas Delanggu dan Komunitas Difa Mandiri Gatak.
Selain jadi tempat bersantap, angkringan yang buka mulai jam 10.00 pagi sampai malam ini, juga jadi tempat diskusi bagi para penyandang disabilitas di Delanggu. Terutama, untuk membahas berbagai hal tentang program dan kegiatan mereka.
Salut, di tengah masa sulit seperti sekarang masih ada komunitas yang tergerak hatinya untuk membantu sesama.
Bikin cerita serumu dan dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join IDZ Creators klik di sini