Presiden Joko Widodo (Jokowi) menceritakan awal pandemi COVID-19 di Indonesia. Kala itu, mayoritas menteri Kabinet Indonesia Maju meminta untuk mengambil kebijakan lockdown atau karantina wilayah.
"Pada rapat kabinet, hampir 80 persen menteri (mengatakan) 'lockdown', Pak. Cek ke masyarakat juga mintanya sama," ujar Jokowi saat menghadiri perayaan Imlek Nasional, Senin (29/1/2023).
Baca juga: Transisi Pandemi ke Endemi, Akankah Booster Kedua Jadi Syarat Perjalanan Libur Lebaran?
Saat itu, pemerintah tidak mau terburu-buru dalam mengambil kebijakan lockdown. Jokowi meminta jajarannya untuk menghitung untung dan rugi jika kebijakan lockdown diterapkan, termasuk kekuatan finansial masyarakat.
"Pada saat itu kita masih jernih dan tenang, menghitung kekuatan rakyat di bawah seperti apa," imbuh Jokowi.
Menurut Jokowi, jika pemerintah salah mengambil kebijakan saat awal pandemi, bisa berpotensi menyebabkan kerusuhan di tengah masyarakat.
"Dikalkulasikan kekuatan sampai berapa hari atau berapa minggu, kalau salah memutuskan mungkin enggak ada dua minggu kita sudah rusuh saat itu. Meskipun tekanannya lockdown dan ternyata (keputusan) tidak salah," ujarnya.
Baca juga: Tulus Ungkap Rasa Kangen Manggung Usai Pandemi: Energinya Berkali Lipat
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku melakukan semedi selama tiga hari sebelum memutuskan kebijakan penanganan awal pandemi COVID-19. Semedi dilakukan untuk memutuskan apakah Indonesia harus melakukan lockdown atau tidak.
"Saya semedi tiga hari untuk memutuskan apakah kita harus lockdown atau tidak. Karena betul-betul sangat tidak memiliki pengalaman semuanya mengenai ini," ujar Jokowi dalam sambutan pada Rakornas Transisi Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional pada Kamis (26/1/2023).
