Di balik sejumlah pencapaian, baik sebagai pengusaha, pembina olahraga, hingga menjadi Menteri BUMN, Erick Thohir tentu pernah mengalami kegagalan. Tak semua harapan dan cita-citanya ia gapai dengan gemilang.
Saat masih menjadi pelajar, lelaki kelahiran 30 Mei 1970 itu juga pernah mengalami intimidasi, dihina, dan diolok-olok atau dibully.
Saat pindah dari SMA swasta ke SMA 3 yang punya klub basket, misalnya, ada beberapa senior yang mengejek penampilan fisiknya.
Semula emosi dia memang kerap terpancing dan meladeni ejekan dari teman-temannya. Bahkan Erick Thohir pernah juga meladeni untuk duel sehingga akhirnya berurusan dengan polisi.
Baginya pantang untuk menarik diri dari pergaulan, frustasi, atau menyerah begitu saja. Karena itu artinya tujuan si perundung tercapai sehingga akan terus mengulangi baik kepada dirinya maupun orang lain.
Begitu pun ketika sudah menjadi pengusaha, beberapa kali proposalnya untuk kerja sama diremehkan dan dinilai tidak feasible, atau ditolak mentah-mentah. Tapi hal semacam itu membuat alumnus.
Baca juga: Erick Thohir Ajak Semua Pihak Lakukan Perbaikan Menyeluruh Sepak Bola Indonesia
"Tentu tidak menyenangkan berada di posisi itu. Namun semua energi negatif itu selalu menjadi motivasi bagi saya untuk terus maju," kata Erick Thohir dalam biografi "Bukan Kisah Sukses Erick Thohir" karya Abdullah Sammy.
Lantas bagaimana cara dia mengubah energi negatif menjadi motivasi untuk berprestasi?
Salah satu taktik Erick Thohir menghadapi para perundungnya adalah menghadapi langsung mereka, berbicara dari hati ke hati dengan ramah. Dia berprinsip meladeni keburukan dengan keburukan adalah tindakan primitif.
Baca juga: Aktivis Kampus Salut atas Keberanian Erick Thohir Berantas Korupsi
"Menjadikan orang yang memusuhi berbalik menjadi simpati merupakan langkah yang paling efektif," kata Erick Thohir.
Dengan kemampuan mengontrol emosi dan komunikasi yang baik juga membuat jaringan pertemanan Erick Thohir luas dan solid.
