Warga Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, terus berkomitmen menjaga kelestarian hutan dan alam. Sehingga, alam tetap memberikan manfaaat besar untuk kelangsungan hidup manusia.
"Kami sebagai warga Badui Luar memiliki kewajiban untuk melestarikan dan menjaga hutan dan alam agar tidak menimbulkan kerusakan," kata Kudil (40) warga Kadu Ketug, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Minggu (16/2/2020).
Warga Badui menjaga alam supaya tidak menimbulkan kerusakan. Jika alam sudah rusak, bisa dipastikan bakal menyebabkan bencana alam seperti banjir, longsor, atau pemanasan global.
Warga Badui mematuhi larangan adat yang menjadi pedoman hidup, yakni "lojor teu meunang dipotong" (panjang tidak boleh dipotong) dan "pondok teu meunang disambung" (pendek tidak boleh disambung).
"Semua warga Badui yang tinggal di kawasan tanah hak ulayat sangat mematuhi adat larangan perusak hutan dan alam," katanya.
Warga Badui juga konsisten menolak modernisasi, sehingga di tanah hak ulayat Badui tidak ditemukan jalan aspal, jaringan listrik, kendaraan maupun produk elektronika.
Mereka tetap menjalankan aturan adat, sehingga pemerintah dan masyarakat juga harus melindungi dan menghargai aturan adat tersebut. Apalagi, aturan adat Badui tidak bertentangan dengan aturan hukum NKRI.
Warga Badui tidak menutup diri dari kunjungan wisatawan domestik atau mancanegara, tapi mereka meminta agar turis memakai pakaian yang sopan, dan tidak menonjolkan keseksian.
"Kami sangat prihatin terkadang wisatawan domestik itu menggunakan pakaian yang seksi dan vulgar juga rambutnya berwarna kuning," kata Kudil.
Menurut Saija, seorang tokoh Badui dan juga merupakan Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, saat ini kawasan hak adat ulayat Badui seluas 5.101,85 hektare.
3.000 hektare berada di kawasan hutan lindung dan tidak boleh dilakukan penggarapan pertanian. Kondisi hutan lindung di tanah ulayat tetap lestari karena tidak ada lagi pelaku penebangan liar.
"Kami melarang hutan lindung digarap pertanian karena kahwatir menimbulkan kerusakan hutan dan lahan," tutur Saija.