Menjelang Hari Raya Idul Fitri, di lingkungan warga Betawi dulunya sering kita jumpai anggota keluarga yang lebih muda mengunjungi orang yang lebih tua, seperti babe, enyak, encang, encing, mamang, mertua hingga abang.
Tradisi bertandang ke kediaman orang yang lebih tua jelang Hari Raya di kalangan masyarakat Betawi sendiri dikenal sebagai nyorog.
Saat kunjungan biasanya akan membawakan makanan berupa semur ikan bandeng, ketupat dan sejumlah lauk-pauknya. Kemudian, ada juga yang membawa semur daging hingga ketupat dengan menggunakan rantang atau nampan.
Sesuai selera orangtua, biasanya juga ada yang membawakan semur jengkol. Tradisi ini dulunya masih sering dijumpai dan menambah suasana Hari Raya menjadi lebih meriah.
Biasanya, rantang yang dibawa nantinya akan diisi kembali dengan makanan lain berupa kue kering atau makanan lainnya. Tentu ini menjadi silaturahmi yang menyenangkan.
Baca juga: 5 Tradisi Negara di Dunia dalam Menyambut Malam Takbiran, Ada yang Sama Kayak Indonesia!
Namun, tradisi nyorog ini mulai menghilang karena disebabkan beberapa faktor. Bisa jadi karena sulitnya mendapat daging yang harganya naik setiap tahun. Belum lagi faktor jarak domisili yang jauh.
Faktor lain yang menyebabkan mulai menghilangnya tradisi nyorog yaitu seiring perpindahan kediaman warga akibat perkembangan zaman. Ada yang terkena gusuran atau pindah domisili karena tingkat ekonomi yang membaik.
Meski tidak semeriah dulu lagi, namun tradisi nyorog masih terlihat di pemukiman warga pinggiran Jakarta. Ke depannya sangat memungkinkan tradisi ini akan hilang. Sebab, banyak warga Betawi yang menikah dengan etnis yang berbeda.
Ada yang menikah dengan etnis Jawa, Makassar, Sumatera bahkan bule. Karena itu, ketika menjelang Hari Raya, tradisi nyorog mulai langka. Apalagi di antara warga Betawi ada yang ikut mudik dengan suami atau istrinya yang berasal dari etnis lain.