Zoya Amirin: Kaum BDSM Bukan Pelaku Kejahatan Seksual

- Jumat, 21 Februari 2020 | 13:02 WIB
Ilustrasi BDSM. (Unsplash/@labunsky)
Ilustrasi BDSM. (Unsplash/@labunsky)

Wacana pemerintah merancang Undang-Undang Ketahanan Keluarga dinilai terlalu mencampuri urusan pribadi masyarakat. BDSM (Bondage Disipline Sado-Masochism) juga diatur dalam RUU ini yang memicu pro dan kontra.

Menurut seksolog Zoya Amirin, pemerintah salah kaprah jika memasukkan BDSM ke dalam Undang-Undang. Sebab, kaum BDSM berbeda dengan pelaku kekerasan seksual atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Di dalam aktivitas seksualnya, kaum BDSM memiliki persetujuan dengan pasangannya. Mereka juga memiliki aturan untuk tidak melakukan hal yang mengancam nyawa pasangan.

"Biasanya BDSM ini tidak memaksa, karena BDSM bukan pemerkosa. Bukan orang yang biasanya akan kekeuh akan menyakiti karena terangsang. Tidak seperti itu," kata Zoya saat dihubungi Indozone, Kamis (20/2/2020).

Kaum BDSM melakukan aktivitas seksual dengan kelompok yang sama. Si sadis, orang yang merasa terangsang saat menyakiti pasangan biasanya akan berhubungan dengan si masokis, orang yang merasa terangsang ketika disakiti.

"Mereka akan mengajari kelompok BDSM ini sehingga mereka akan menemukan partner yang lebih obedience atau menurut bagi dia. Sadism akan mencari kaum masokism biasanya," jelas Zoya Amirin.

Tapi kaum BDSM tidak melakukan kekerasan seperti pelaku pemerkosaan. Menurut Zoya, hal ini tidak bisa disamakan.

"Konsensual (kesepakatan) ada di antara mereka, jadi mereka tidak disebut penyimpangan seksual," tandas Zoya.


Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Kemnaker Luncurkan Program K3 Nasional 2024-2029

Kamis, 25 April 2024 | 21:56 WIB

3 Ayat Alkitab Tentang Masa Depan

Selasa, 16 April 2024 | 17:00 WIB
X