Pasal Santet di RUU KUHP Masih Jadi Perdebatan, Guru Besar: Antara Ada dan Tiada

- Rabu, 23 Juni 2021 | 11:50 WIB
Ilustrasi perdukunan (Istimewa)
Ilustrasi perdukunan (Istimewa)

Guru Besar Hukum Universitas Borobudur (Unbor) Jakarta Faisal Santiago mengatakan bahwa pasal santet dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) masih menjadi perdebatan dan pemikiran panjang karena santet antara ada dan tiada.

"Meski santet antara ada dan tiada, dalam kehidupan bermasyarakat hal ini kadang kala terjadi," kata Prof. Dr. H. Faisal Santiago, S.H., M.H. seperti dilansir Antara di Semarang, Rabu (23/6/2021).

Prof. Faisal mengemukakan hal itu terkait dengan draf Pasal 251 RUU KUHP yang menyebutkan setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV (Rp200 juta).

Akan tetapi, kalau merujuk pada teori responsif, menurut Prof. Faisal, sebaiknya dimasukkan jikalau hal itu terjadi dalam masyarakat, sudah ada pasal yang mengaturnya. Artinya, Pemerintah merespons terhadap permasalahan hukum yang ada serta bersikap antisipatif.

BACA JUGA: Putusi Pacar dengan Kata-kata Kasar, Cewek Diguna-guna, Badan Kurus hingga Meninggal

Dikemukakan dalam penjelasan Pasal 252 RUU KUHP bahwa ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik ilmu hitam (black magic), yang secara hukum menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya.

Disebutkan pula bahwa ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah secara dini dan mengakhiri praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun teluh (santet).

Menjawab pertanyaan apakah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bisa membuktikan Pasal 251 (pasal santet), Prof. Faisal mengatakan bahwa cara pembuktian kasus santet ini masih jadi perdebatan.

Menurut dia, pembuktian kasus santet bisa dengan cara meminta keterangan ahli, sebagaimana ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 184 Ayat (1).

Selain keterangan ahli yang merupakan satu di antara lima alat bukti dalam Pasal 184 KUHAP, yakni keterangan saksi, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X