Rencana Pemerintah Kenakan PPN untuk Sembako Dinilai Bisa Mengancam Ketahanan Pangan

- Rabu, 9 Juni 2021 | 23:01 WIB
Pedagang dan pembeli di pasar tradisional Lambaro, Aceh Besar, Aceh. (Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas)
Pedagang dan pembeli di pasar tradisional Lambaro, Aceh Besar, Aceh. (Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas)

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menyatakan rencana pengenaan skema pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap barang barang kebutuhan pokok atau sembako bisa mengancam ketahanan pangan.

"Pengenaan PPN pada sembako mengancam ketahanan pangan, terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah," kata Felippa Ann Amanta seperti dilansir Antara di Jakarta, Rabu (9/6/2021).

Hal itu, ujar dia, antara lain karena lebih dari sepertiga masyarakat Indonesia tidak mampu membeli makanan yang bernutrisi karena harga pangan yang mahal.

Ia berpendapat bahwa menambah PPN akan menaikkan harga dan memperparah situasi, apalagi saat pandemi ketika pendapatan masyarakat berkurang.

"Pangan berkontribusi besar pada pengeluaran rumah tangga, dan bagi masyarakat berpendapatan rendah, belanja kebutuhan pangan bisa mencapai sekitar 56 persen dari pengeluaran rumah tangga mereka," paparnya.

BACA JUGA: Ekonomi Warga Masih Tertekan, Muncul Wacana Pemerintah Menaikkan Tarif PPN

Untuk itu, ujar dia, pengenaan PPN pada sembako tentu saja akan lebih memberatkan bagi golongan tersebut, terlebih lagi karena PPN yang ditarik atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), pada akhirnya akan dibebankan pengusaha kepada konsumen.

Ia mengingatkan bahwa ketahanan pangan Indonesia sendiri berada di peringkat 65 dari 113 negara, berdasarkan Economist Intelligence Unit's Global Food Security Index. Salah satu faktor di balik rendahnya peringkat ketahanan pangan Indonesia ini adalah masalah keterjangkauan.

Keterjangkauan pangan yang menurun dengan sendirinya akan mendorong lebih banyak lagi masyarakat berpenghasilan rendah ke bawah garis kemiskinan.

Secara lebih umum lagi kenaikan harga akan mendorong inflasi dan mengurangi daya beli masyarakat. Dengan daya beli yang menurun, masyarakat akan mengurangi belanja.

Padahal, lanjut Felippa, belanja rumah tangga, bersama konsumsi pemerintah, merupakan komponen pertumbuhan ekonomi negara yang relatif dapat didorong oleh pemerintah dalam jangka pendek untuk memulihkan perekonomian nasional di saat-saat sulit seperti sekarang ini.

Sejumlah media memberitakan tentang revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Revisi tersebut akan mencakup penghapusan sejumlah barang kebutuhan pokok dari kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X