Fraksi Gerindra: Penerapan PPN Sembako hingga Pendidikan Semakin Membebani Rakyat

- Senin, 14 Juni 2021 | 08:32 WIB
Pemerintah terus berupaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan, dengan berencana mengenakan PPN untuk 13 kategori bahan pokok. (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)
Pemerintah terus berupaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan, dengan berencana mengenakan PPN untuk 13 kategori bahan pokok. (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)

Fraksi Partai Gerindra di DPR angkat bicara mengenai wacana pemerintah yang akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang-barang kebutuhan pokok. Termasuk penyedia atau pelayanan kesehatan dan pendidikan yang juga akan dikenakan PPN.

Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI Ahmad Muzani mengatakan, pihaknya memahami bahwa saat ini beban keuangan negara semaki berat di tengah pandemi Covid-19. Sehingga, penerimaan negara mengalami defisit, termasuk penerimaan pajak pun tidak bisa mencapai target yang ditetapkan. 

Akan tetapi, menurut Muzani, sebaiknya pemerintah berpikir ulang untuk mengenakan pajak terhadap barang-barang kebutuhan pokok rakyat. Termasuk rencana penerapan pajak terhadap jasa pelayanan kesehatan, pendidikan, dan beberapa sembako, karena hal itu justru semakin membuat rakyat susah. 

"Kami sangat mengerti situasi keuangan negara yang sedang berat, apalagi dalam situasi seperti pandemi sekarang ini yang menyebabkan target pajak tidak tercapai, sehingga penerimaan negara defisit," ungkap Muzani kepada wartawan, Senin (14/6/2021).

Namun, lanjut Muzani, kalau jalan keluarnya adalah memajaki barang-barang kebutuhan pokok rakyat dan  kegiatan-kegiatan riil masyarakat, seperti beras, gula, garam, ikan, daging, sayur mayur dan juga pelayanan kesehatan dan pendidikan itu justru semakin membebani rakyat. 

"Sehingga upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak tidak berbanding lurus dengan upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat," urai Muzani. 

Karenanya Sekjen Partai Gerindra ini menyarankan agar pemerintah sebaiknya menerapkan objek pajak baru terhadap kegiatan-kegiatan atau barang-barang yang bukan menjadi prioritas kebutuhan rakyat. 

Misalnya, papar Muzani; menerapkan objek pajak terhadap aktivitas pertambangan, perkebunan, dan korporasi lainnya. 

"Terhadap upaya untuk meringankan beban keuangan negara dan juga meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan, Gerindra menyarankan penerapan objek pajak baru itu lebih baik diterapkan kepada barang-barang atau jasa dari hasil aktivitas atau kegiatan pertambangan dan perkebunan, termasuk kegiatan korporasi lainnya," tegas Muzani. 

Ia berpesan agar pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap setiap pembiayaan kebutuhan negara agar tidak terjadi pemborosan. Selain itu, menutup kemungkinan adanya kebocoran anggaran negara di setiap pembiayaannya. 

"Kemudian, terhadap beban keuangan yang semakin berat, Gerindra menyarankan agar pemerintah memperketat pembiayaan-pembiayaan yang dianggap pemborosan, termasuk menutup kemumgkinan kebocoran anggaran, dan memangkas biaya-biaya yang dianggap tidak perlu," tandas Muzani. 

Diketahui sebelumnya pengenaan pajak diatur dalam Pasal 4A draf revisi UU Nomor 6. Dalam draf beleid tersebut, barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN.

Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). 

Kemudian untuk jasa pendidikan yang bebas PPN di antaranya yaitu pendidikan sekolah seperti PAUD, SD-SMA, perguruan tinggi; dan pendidikan luar sekolah. Dalam draft RUU KUP yang beredar tertulis jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai yakni jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut, g (jasa pendidikan) dihapus.

Halaman:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

X