Bentrok Polisi dan Demonstran Thailand di Dekat Istana, Puluhan Orang Terluka

- Minggu, 21 Maret 2021 | 21:35 WIB
Demonstran bentrok dengan petugas polisi selama protes anti-pemerintah di Bangkok, Thailand, 20 Maret 2021. (photo/REUTERS/Soe Zeya Tun)
Demonstran bentrok dengan petugas polisi selama protes anti-pemerintah di Bangkok, Thailand, 20 Maret 2021. (photo/REUTERS/Soe Zeya Tun)

Lebih dari 30 warga sipil dan polisi terluka dalam protes anti pemerintah di Thailand, kata sebuah pusat medis darurat pada Minggu setelah polisi menggunakan meriam air, gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan demonstrasi pada malam kemarin.

Sejumlah video beredar di media sosial dan menunjukkan bagaimana personel polisi memukuli massa yang mencoba melarikan diri. Polisi menggunakan meriam air, gas air mata, dan peluru karet untuk membubarkan unjuk rasa.

"Tiga belas petugas polisi dan 20 lainnya terluka,", kata Pusat Medis Erawan dikutip dari Reuters, Minggu (21/3).

Polisi mengatakan pada Minggu tindakan mereka sesuai dengan standar internasional dan bahwa 20 pengunjuk rasa ditangkap karena melanggar undang-undang pertemuan publik dan menghina monarki.

"Kekerasan berasal dari pihak pengunjuk rasa dan polisi harus membela hukum dan melindungi fasilitas negara," kata wakil kepala polisi Bangkok, Piya Tavichai, kepada wartawan.

Namun, pernyataan polisi Thailand ini dibantah oleh para aktivis.

Baca juga: Lembaga Survei Sebut Anies Jadi Calon Presiden Pilihan Terbanyak Anak Muda di Indonesia

"Kekerasan dimulai oleh polisi terlebih dulu, menggunakan gas air mata dan meriam air sebelum pengunjuk rasa melakukan sesuatu," kata aktivis Rukchanok Srinork, 27, yang berada di lokasi demo itu.

"Mereka memiliki helm, perisai, pelatihan pengendalian massa, jika ada batu, angkat perisaimu."

Aksi demonstrasi terjadi setelah parlemen pekan ini gagal mengesahkan RUU untuk menulis ulang konstitusi yang didukung militer, salah satu tuntutan utama pengunjuk rasa.

Gerakan protes pemuda Thailand sejauh ini merupakan tantangan terbesar bagi Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha. Para pengunjuk rasa mengatakan dia merekayasa proses pemilihan sehingga membuatnya tetap berkuasa setelah pemilu 2019. Prayut menampik kabar ini.

Para pengunjuk rasa juga melanggar tabu tradisional dengan menuntut reformasi monarki. Mereka menilai konstitusi yang dirancang oleh militer setelah kudeta 2014 memberi Raja Thailand terlalu banyak kekuasaan.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X