Pengamat Sebut Subsidi Gas Bumi Keliru, Ini Alasannya

- Jumat, 3 April 2020 | 19:57 WIB
Ilustrasi pasokan gas bumi. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Ilustrasi pasokan gas bumi. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Pemerintah mulai memberlakukan Perpres No. 40 tahun 2019 tentang penetapan harga gas bumi. Aturan itu mengatur tentang subsidi harga gas bumi untuk industri di tingkat hilir senilai US$6/MMBtu. 

Harga gas bumi industri itu berlaku menyusul terbitnya Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menurunkan harga gas industri mulai 1 April 2020. 

Namun demikian, Pengamat Energi justru menilai hal ini adalah langkah blunder yang dilakukan pemerintah. Sebab, penurunan harga gas bumi untuk industri itu dinilai bakal menghambat pembangunan infrastruktur dan penyebaran penggunaan gas bumi di berbagai daerah di Indonesia. 

"Pembangunan infrastruktur gas bumi akan semakin sulit dan terbatas. Dengan harga gas yang rendah dan toll fee yang terus dipangkas, tidak akan banyak perusahaan yang berani berinvestasi di industri hilir, terutama infrastruktur gas bumi," ujar Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan, saat dikonfirmasi Indozone, Jumat (3/4/2020). 

Mamit kemudian menyebut bahwa Rencana Induk Infrastruktur Gas Bumi Indonesia 2016-2030 yang disusun oleh Kementerian ESDM bakal gagal total. Menurutnya, sesuai rencana induk tersebut, berbagai aspek infrastruktur gas bumi ditargetkan meningkat tajam di tahun 2030 nanti. 

Ia mencontohkan, panjang pipa open acces ditargetkan bertambah menjadi  9.992,02 Km dari semula 4.296,,59 km di tahun 2016. 

"Artinya ada penambahan pipa open acces baru sepanjang 5,695,43 km. Sementara pipa dedicated hilir ditargetkan naik dari 5.161,12 km (2016) menjadi 6.301,82 km pada tahun 2030. Sehingga di tahun 2030 total panjang pipa gas bumi Indonesia mencapai 16.364,31 Km," jelasnya. 

Ia berpendapat, tanpa adanya penambahan infrastruktur gas bumi, produksi gas Indonesia akan lebih banyak di ekspor. Hal ini juga disebutnya akan jadi masalah baru di masa depan. 

"Maka itu sangat aneh sebuah kebijakan yang disusun matang dan sudah diputuskan pemerintah, kemudian dikorbankan hanya untuk kepentingan sektor tertentu dan jangka pendek," ujarnya.

Sebagai stimulus percepatan pembangunan infrastruktur hilir gas, lanjut Mamit, pemerintah juga telah menerbitkan sejumlah regulasi. 

Sebut saja Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi, Peraturan Menteri ESDM Nomor 58 Tahun 2017 tentang Harga Jual Gas Bumi Melalui Pipa pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2019, Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Gas Bumi pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

BPH Migas pun telah memperbaiki sejumlah regulasinya. Contohnya Peraturan BPH Migas Nomor 20 Tahun 2019 tentang Lelang Ruas Transmisi dan/atau Wilayah Jaringan Distribusi dalam rangka Pemberian Hak Khusus dan Peraturan BPH Migas Nomor 34 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penghitungan dan Penetapan Tarif Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa.

Menurut Mamit, regulasi dari BPH Migas itu memberikan perlindungan terhadap keekonomian badan usaha hilir. Ini terefleksi dalam pengaturan tentang tingkat pengembalian investasi (internal rate of return) yaitu maksimal 11% untuk pipa dedicated hilir dan pada wilayah baru diberikan insentif menjadi maksimal 12 persen.  

Sementara pipa pengangkutan gas bumi diatur bahwa, tingkat pengembalian investasi sama dengan biaya modal dan terdapat insentif sampai dengan maksimal 3 persen. 

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X