Makanan cepat saji memang paling banyak dinikmati banyak orang, termasuk pula anak-anak. Sebanyak 13,8 persen dari asupan kalori harian anak-anak antara 2015 hingga 2018 berasal dari makanan seperti burger, kentang goreng, nugget ayam, dan makanan cepat saji lainnya, menurut laporan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) dilansir dari Fox News.
Dalam studi terbaru, anak-anak antara usia 12 dan 19 tahun dan menemukan anak-anak mulai mendapatkan lebih banyak kalori dari makanan cepat saji saat mereka bertambah tua. Kemungkinan ebiasaan makan yang tidak sehat sejak dini dapat membentuk perilaku diet negatif saat anak-anak tumbuh.
Laporan oleh Pusat Statistik Kesehatan Nasional CDC, menemukan bahwa makanan cepat saji terdiri dari 11,5 persen dari asupan kalori harian untuk anak-anak berusia 2 hingga 11 tahun, sementara mereka yang berusia 12 hingga 19 tahun menerima 18 persen dari makanan cepat saji.
Laporan tersebut juga menemukan bahwa remaja kulit hitam dan hispanik mengonsumsi lebih banyak kalori dari makanan cepat saji daripada remaja kulit putih.
Meningkatnya pola makan cepat saji di kalangan anak muda menjadi penyebab meningkatnya obesitas. Menurut CDC, obesitas berdampak hampir 18,4 persen anak-anak di AS yang berusia 6 hingga 11 tahun, dan 20,9 persen anak-anak berusia antara 12 hingga 19 tahun.
Sementara itu, pademi virus corona juga membuat kebiasaan makan semakin buruk, hal ini tentu akan membahayakan kesehatan anak-anak.
Meski penelitian ini dilakukan di AS, namun tidak dipungkiri anak muda di Indonesia juga sering konsumsi makanan cepat saji. Jadi perlu untuk dikurangi demi kesehatan.
