Demensia di Indonesia: Masih Banyak yang Anggap Pikun pada Lansia Wajar

- Jumat, 4 September 2020 | 18:23 WIB
Ilustrasi lansia penderita demensia alzheimer. (Freepik).
Ilustrasi lansia penderita demensia alzheimer. (Freepik).

Kepikunan pada pada lansia yang biasa disebut demensia (alzheimer) kerap dianggap wajar mengingat hal itu memang faktor degeneratif dari bagian otaknya. Nyatanya, tidak bisa dimaklumi begitu saja, karena dampaknya bisa ke sisi psikologi, sosial, dan lain-lain.

Demensia sendiri merupakan gejala penyakit yang menyebabkan penurunan fungsi otak. Sedangkan demensia Alzheimer adalah gangguan penurunan fungsi otak yang mempengaruhi emosi, daya ingat, dan pengambilan keputusan seseorang dan biasa disebut pikun.

Dalam rangka memperingati bulan Alzheimer sedunia ke 9, Yayasan Alzheimer Indonesia (ALZI) mencoba kembali mengedukasi tentang demensia. Bahkan istilah 'Jangan Maklum Sama Pikun' selalu digaungkan agar masyarakat sadar tentang hal ini. 

Pada 2016, di Indonesia diperkirakan telah ada sekitar 1,2 juta penderita demensia, angka ini berpotensi meningkat menjadi 2 juta orang di 2030 dan 4 juta orang pada 2050. Perlakuan yang salah terhadap mereka dapat memperparah kondisi kejiwaan. 

-
Bulan Alzheimer yang diselenggarakan di Indonesia. (ALZI).

“Salah satu tantangan terbesar penyebarluasan informasi dan peningkatan kepedulian mengenai demensia Alzheimer adalah kurangnya pemahaman hal tersebut sebagai gangguan kesehatan otak. Berdasarkan laporan Alzheimer’s Disease International (ADI), tiap dua dari tiga orang masih berpikir bahwa demensia atau pikun adalah bagian normal dari penuaan,” ujar Direktur Eksekutif Alzheimer’s Indonesia Michael Dirk Roelof Maltimoe melalui talkshow dan press conference virtual bertema 'Pandemi, Kesehatan Mental dan Demensia” pada Jumat (4/9/2020).

Edukasi demensia ini juga perlu disebarkan, terutama buat keluarganya memiliki lansia yang mengalami kepikunan. Peran orang terdekat, khususnya yang masih muda bisa membantu para orang tua, khususnya yang kognitifnya mulai menurun akibat berbagai masalah mental, seperti kesepian, atau pola hidupnya semasa muda.

Selain itu, perlu adanya pemahaman akan resiko pemicu demensia yang diakibatkan kebiasaan hidup di masa muda saat ini yang dapat mempengaruhi kesehatan otaknya di masa depan. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan pencegahan dini. 

“Kita dapat mengurangi risiko demensia Alzheimer sejak usia muda dengan menerapkan pola hidup sehat, rutin berolahraga, menjaga asupan gizi seimbang, berkegiatan positif termasuk dengan memberi perhatian pada orang tua dan keluarga. Kita jangan maklum dengan pikun,” tutup Michael.

Pada bulan ini, akan ada 30 acara webinar yang dapat diikuti masyarakat untuk mengetahui secara lanjut tentang demensia Alzheimer dan bagaimana pandemi mempengaruhi pengalaman Orang Dengan Demensia (ODD). Tiga webinar diantaranya akan berlangsung di Jakarta pada tanggal 5, 12, dan 19 September 2020.

Artikel Menarik Lainnya:

 

Editor: Edi Hidayat

Tags

Terkini

Hindari 4 Makanan ini Saat Kamu Anemia!

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB
X