Belajar dari COVID-19, Hepatitis Akut Bisa Dorong Indonesia Produksi Vaksin Sendiri

- Selasa, 17 Mei 2022 | 11:15 WIB
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 dosis ketiga (booster) kepada pemudik di Lampung Selatan (Ilustrasi/ ANTARA FOTO/Nova Wahyudi).
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 dosis ketiga (booster) kepada pemudik di Lampung Selatan (Ilustrasi/ ANTARA FOTO/Nova Wahyudi).

Anggota Komisi IX DR RI Rahmad Handoyo mendesak pemerintah untuk segera melakukan terobosan baru dengan menciptakan vaksin secara mandiri. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi menghadapi berbagai penyakit baru, termasuk hepatitis akut

Menurut Rahmad, pemerintah harus segera merespon ihwal penyakit hepatitis akut misterius yang muncul. Salah satunya dengan memproduksi vaksin dalam negeri guna mencegah penyakit itu.

“Untuk mengantisipasi penyakit hepatitis akut misterius serta penyakit-penyakit  menular yang diakibatkan virus lainya kita mendorong pemerintah untuk lebih berdikari dan berdaulat di bidang kesehatan terutama di penciptaan vaksin,” ujar Rahmad kepada Indozone, Selasa (17/5/2022).

Politisi PDI Perjuangan (PDIP) itu menuturkan, jika berkaca dari penanganan pandemi COVID-19, serta munculnya penyakit hepatitis akut misterius, bisa dikatakan Indonesia  terlambat dalam penciptaan kemandirian di bidang vaksin. 

“Saat ini kita pandemi masih mendatangkan 100 persen vaksin dari luar negeri, sementara vaksin merah putih masih dalam proses. Kondisi ini kan membuktikan kita sangat terlambat dalam membuat  vaksin dalam negeri karena vaksinasi kesatu, kedua dan sudah hampir selesai, vaksinasi tinggal sedikit yakni  vaksin booster,” katanya.

Padahal Rahmad meyakini, secara keilmuan Indonesia tidak kalah dengan negara-negara lain dalam menciptakan vaksin. Dikatakannya ilmu dan teknologi untuk menciptakan vaksin sama saja.

“Mungkin yang menjadi kendala adalah masalah anggaran. Kita tahu, untuk melakukan uji klinis hingga tahap ketiga dibutuhkan anggaran hingga ratusan miliar. Karena itu kedepan  kita akan mendorong pemerintah untuk memberikan dukungan anggaran. Kita selaku bangsa harus bisa  membuat vaksin sendiri, tidak tergantung vaksin dari luar negeri,” ujar dia.

Lebih lanjut, menutnya ada dua manfaat nyata jika Indonesia berdaulat dan mandiri di bidang vaksin. 

Manfaat pertama yaitu, vaksin bisa memenuhi kebutuhan bangsa sendiri sehingga Indonesia  bisa lebih awal melindungi rakyatnya dan tidak tergantung dari vaksin dari luar negeri. Kedua dari sisi anggaran, anggaran devisa akan lebih hemat karena tidak lagi membeli vaksin dari luar negeri.

Baca juga: Orang Tua Tak Perlu Khawatir, Ini Tips Agar Anak Terhindar dari Hepatitis Akut saat PTM

Karena itu, dia mengingatkan pentingnya anggaran yang besar untuk melakukan uji klinis vaksin, bisa di mulai dari fokus penelitiannya dahulu, lalu dilakukan uji praklinis di tingkat laboratorium yang tidak membutuhkan biaya terlalu besar.

“Kalau memang ternyata penyakitnya tidak berlanjut membahayakan ya, sudah tidak usah lagi dilanjut kepada tahap klinis uji klinis satu dua dan tiga karna ternyata penyakitnya bisa dikendalikan,” bebernya.

Namun demikian, Rahmad berharap Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tetap harus menjadikan penelitian kesehatan, terutama penemuan vaksin sebagai prioritas. Termasuk segera melakukan percepatan penelitian virus hepatitis akut serta penyakit lainnya.

Sehingga Indonesia tidak sampai terlambat atau kecolongan lagi dalam penciptaan vaksin seperti penemuan vaksin COVID-19. Dan bila ada ledakan yang berwujud kepada pandemi, maka Indonesia selaku bangsa, sudah siap karena telah bisa memproduksi vaksin sendiri.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

X