Ajari Anak Berpuasa, Waspadai Risiko Hipoglikemia

- Kamis, 30 April 2020 | 13:39 WIB
Ilustrasi ibu dan anak. (Pexels/Cottonbro)
Ilustrasi ibu dan anak. (Pexels/Cottonbro)

Anak perlu diajarkan berpuasa sejak dini agar ketika sudah akil balig mereka sudah terbiasa. Akan tetapi, mengajarkan anak berpuasa harus pelan-pelan. Selain karena kondisi psikologis, faktor nutrisi anak juga harus menjadi pertimbangan orangtua.

Berpuasa dapat mengubah kondisi tubuh seseorang. Sekadar informasi, puasa selama minimal 6 jam membuat tubuh mulai memecah cadangan gula dalam tubuh (glikogen). Tujuannya untuk menjaga kadar gula dalam darah. Apabila puasa dilanjutkan hingga mencapai 16 jam, maka secara perlahan cadangan glikogen bisa habis.

Selanjutnya tubuh akan menggunakan lemak sebagai sumber energi. Sedangkan protein sebagai zat pembangun tubuh tetap diusahakan untuk dijaga. Apabila puasa terus berlanjut, maka protein yang merupakan komponen terakhir akan digunakan sebagai sumber energi.

Pada anak, semakin kecil usianya, maka cadangan glikogen yang dimiliki semakin sedikit. Oleh karenanya, bayi dan balita lebih berisiko mengalami hipoglikemia yakni berkurangnya kadar gula darah dalam tubuh.

-
Ilustrasi ibu dan anak. (Pexels/Gustavo Fring)

Apa Gejalanya?

Hipoglikemia ditandai dengan gejala keringat dingin, bibir kesemutan, jantung berdebar, merasa lapar, mudah marah, sulit berkonsentrasi, tampak kebingungan, mengalami gangguan penglihatan, gerakan menjadi canggung, hingga kehilangan kesadaran.

“Anak di bawah usia 7 tahun merupakan kelompok yang lebih berisiko mengalami hipoglikemia apabila berpuasa. Selain itu kelompok usia ini lebih rentan mengalami kekurangan cairan. Anak dapat mulai diajari berpuasa ketika usianya di atas 7 tahun,” kata spesialis anak konsultan nutrisi metabolik, dr Cut Nurul Hafifah, Sp.A (K) dalam keterangan resminya yang diterima Indozone, Kamis (30/4/2020).

Dokter yang berpraktik di RS Pondok Indah itu mengatakan, di atas usia 7 tahun dampak kesehatan yang tidak diinginkan akibat berpuasa seperti hipoglikemia semakin jarang ditemui. Hal ini dikarenakan anak sudah lebih mampu menahan lapar dan haus. Di sisi lain, untuk mengajari anak berpuasa diperlukan langkah-langkah yang tepat.

“Mulailah mengajari anak untuk berpuasa dari makanan padat terlebih dahulu dan izinkan tetap minum air untuk menghindari kekurangan cairan, terutama bila cuaca panas. Orangtua dapat memulai mengajak anak berpuasa selama 6 jam. Misalnya berpuasa sejak bangun pagi hingga jam 12 siang,” ujar dr Cut.

Menurutnya, dengan pola seperti itu anak dapat belajar menahan lapar dari makanan yang sehari-hari dikonsumsi. Selanjutnya, anak mulai bisa diajari untuk menahan haus. Pada umumnya anak masih dapat menoleransi tidak minum air selama 2-4 jam.

-
Ilustrasi makanan bernutrisi.(freepik)

Asupan Nutrisi

Selain itu, orangtua juga perlu memerhatikan asupan nutrisi yang cukup pada anak walaupun berpuasa. Pastikan anak mendapat makanan bergizi saat sahur dan berbuka yang mengandung makronutrien dan mikronutrien.

Orangtua bisa memberikan makanan yang mengenyangkan pada saat sahur seperti karbohidrat kompleks, protein, dan lemak. Hindari memberikan makanan yang mengandung gula sederhana seperti makanan ringan yang manis. Kemudian berikan juga susu yang merupakan sumber zat gizi lengkap untuk anak pada saat sahur dan berbuka.

“Jangan lupa semangati anak dan ucapkan kata-kata pujian ketika sedang berpuasa dan berhasil menahan lapar dan haus. Awasi tanda bahaya dehidrasi dan hipoglikemia, segera sudahi berpuasa bila anak tidak sanggup melanjutkan,” pungkas dr Cut.


Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

X