Pro Kontra Sunat pada Perempuan

- Senin, 13 Januari 2020 | 14:51 WIB
ilustrasi bayi perempuan yang disunat (timesofisrael)
ilustrasi bayi perempuan yang disunat (timesofisrael)

Mungkin hampir semua orang tau bahwa sunat tak hanya dilakukan oleh lelaki saja, tapi juga perempuan. Hanya saja, waktu sunatnya yang berbeda. Lelaki biasanya akan disunat saat usianya sekitar 10 hingga 12 tahun.

Sedangkan perempuan disunat ketika masih bayi, saat usianya kurang dari 5 tahun. Di usia segini, anatomi tudung klitoris masih sangat tipis dan belum banyak dilalui pembuluh darah serta saraf.

-
ilustrasi bayi perempuan menangis karena disunat (pixabay/Ben Kerckx)

Sunat pada perempuan biasanya dilakukan dengan melukai atau memotong sedikit bagian dari kulit penutup (prepusium) klitoris. Namun, ternyata sunat pada perempuan ini banyak menimbulkan pro dan kontra di beberapa kalangan.

Setelah sekian lama tak masuk dalam topik terhangat, sunat pada perempuan belakangan ini jadi pembicaraan dan cukup menyita perhatian publik.

Kejadian ini bermula dari unggahan pengguna akun Twitter bernama raviopatra. Dalam unggahan itu, raviopatra memention akun @KemenkesRI, guna memberi tahu adanya praktik sunat perempuan yang dilakukan oleh sebuah yayasan.

Padahal, melalui Permenkes No.6 tahun 2014, sunat pada perempuan tak boleh lagi dilakukan. Ini karena sunat pada perempuan tidak termasuk dalam tindakan kedokteran karena tidak memiliki dasar indikasi medis.

Tak hanya pemerintah Indonesia saja yang melarang praktik sunat pada perempuan untuk dilakukan. Organisasi kesehatan dunia, WHO pun ikut melarang tindakan ini.

-
ilustrasi proses sebelum bayi perempuan disunat (nytimes.com)

"Praktik ini menghilangkan dan melukai jaringan genital perempuan yang sehat dan normal, mengganggu fungsi alami tubuh perempuan dan anak perempuan," tulisan dalam laman WHO.

Bahkan, para pemuka dunia telah berjanji akan menghapus praktik sunat pada perempuan yang sudah ada sejak 2.000 tahun yang lalu ini di 2030. Sayangnya, aktivitas ini masih banyak dilakukan oleh banyak orang di berbagai tempat.

Larangan sunat perempuan ini bukan tanpa alasan. Sunat pada alat kelamin wanita dapat menyebabkan sejumlah masalah kesehatan, seperti infeksi kronis, masalah menstruasi, infertilitas, kehamilan, komplikasi persalinan, hingga berisiko tertular penyakit berbahaya seperti HIV. Virus berbahaya ini bisa menular jika ada trauma epitel di vagina atau cedera di area kelamin.

-
ilustrasi bayi perempuan yang sedang disunat (dailytelegraph.com)

Terlepas dari pro dan kontra terkait dengan sunat pada perempuan, ternyata prosedur ini juga memiliki manfaat untuk kesehatan perempuan. Spesialis Obstetri dan Ginekologi, dr. Valleria, SpOG melansir dari ANTARA mengatakan, sunat pada perempuan bisa menjaga kebersihan vagina terutama di klitoris sekaligus menghindarkannya dari bau tidak sedap.

Prosedur ini kata Valleria mirip dengan tindakan hoodectomy yang jamak dilakukan dokter spesialis bedah di dunia. Namun dengan indikasi medis, yakni menoreh clitroral hood (tudung klitoris) atau ada juga yang memotongnya.

“Berbeda dengan tindakan Female Genital Mutilation (FGM) yang menghilangkan secara total atau sebagian dari organ genitalia eksterna wanita. Sunat perempuan dilakukan dengan cara menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris tanpa sedikitpun melukai klitoris," ujar Valleria.

Halaman:

Editor: Administrator

Terkini

X