Mengenal istilah COVID-somnia yang Merebak Akibat Pandemi Global Jadi Tidur Terganggu

- Jumat, 7 Januari 2022 | 22:36 WIB
Ilustrasi. (Istimewa)
Ilustrasi. (Istimewa)

Makin banyak penduduk yang mendapatkan vaksinasi COVID-19 di Indonesia, tapi ada persoalan baru dengan merebaknya varian Omicron yang penyebarannya dinilai lebih cepat, yakni post-covid syndrome, yang dapat menyerang tak hanya fisik, tetapi juga mental.

Sebuah studi observasional terhadap lebih dari 230.000 rekam medis pasien yang dimuat dalam jurnal The Lancet Psychiatry (April 2021), menyatakan bahwa satu dari tiga orang penyintas COVID-19 akan mengalami gangguan saraf atau gangguan psikiatri dalam kurun waktu enam bulan setelah terinfeksi virus COVID-19.

Gangguan psikiatri yang paling umum ditemukan menurut studi tersebut adalah insomnia dan gangguan kecemasan. Sebanyak 13 persen dari pasien COVID-19 terdiagnosis mengalami keluhan ini.

Diagnosis tersebut menjadi diagnosis pertama kali, artinya mereka tidak pernah memiliki riwayat gangguan tersebut sebelumnya.

Istilah “COVID-somnia” atau “Corona-somnia” mulai dikenal sekitar musim panas 2020 untuk menggambarkan dampak pandemi global terhadap pola tidur seseorang.

Data yang diperoleh dari hampir seluruh belahan dunia memperlihatkan adanya jumlah besar populasi yang mengalami kesulitan tidur.

Pada 2020, British Sleep Society melaporkan bahwa kurang dari separuh penduduk Inggris mendapatkan "tidur yang menyegarkan".

Sementara di Amerika Serikat, masalah kurang tidur sudah dianggap sebagai epidemi oleh CDC (Centers for Disease Control). Sejak berlangsungnya pandemi, kasus insomnia semakin meningkat hingga mencapai empat puluh persen.

Gangguan tidur selama pandemi COVID-19 ini disebut sebagai “tandemic” (epidemi yang disebabkan oleh, diperburuk oleh, dan berjalan beriringan dengan pandemi) oleh Dr. Abinav Singh, seorang direktur medis The Indiana Sleep Center.

Pandemi COVID-19 telah mengubah hampir semua aspek kehidupan sehari-hari. Anak-anak dan orang tua menyesuaikan diri dengan sekolah jarak jauh. Jutaan pekerja beralih pada pekerjaan jarak jauh, dirumahkan, atau kehilangan pekerjaan sama sekali.

Banyak orang yang mengalami penyakit dan kehilangan anggota keluarganya karena COVID-19. Belum lagi adanya ketidakpastian sosial ekonomi yang berkesinambungan.

Oleh karenanya, tidak mengherankan apabila seseorang mengalami kesulitan tidur, dengan begitu banyak beban dan kecemasan yang datang secara simultan.

Dokter spesialis kedokteran jiwa dr. Leonardi A. Goenawan, Sp.KJ, dalam keterangannya, Jumat, mengemukakan tiga hal yang dianggap jadi penyebab gangguan tidur.

Pertama, stres yang meningkat

Stres emosional akibat pandemi dapat mengubah arsitektur tidur, memperpendek durasi gelombang lambat yang bersifat restoratif, meningkatkan REM (rapid eye movement), dan cenderung membuat seseorang lebih sering terbangun di malam hari.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

7 Cara Efektif Mengatasi Rasa Ngantuk saat Bekerja

Selasa, 16 April 2024 | 20:43 WIB
X