Tradisi pasung pada orang yang dianggap mengalami gangguan jiwa, masih kerap ditemui di beberapa daerah di Indonesia. Padahal, tindakan ini sebenarnya melanggar hak asasi manusia (HAM), dan berbahaya bagi kesehatan fisik serta mental.
Kepala Divisi Psikiatri Forensik Departemen Psikiatri FKUI-RSCM dr Natalia Widiasih, SpKJ(K), MPdKed, mengatakan, pemasungan dapat berdampak buruk terhadap kondisi fisik serta mental pada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), dan orang dengan masalah kejiwaan (ODMK).
"Orang yang dipasung itu pasti enggak merasa bebas dan berdampak pada kesehatan mental dan fisiknya. Contohnya, kaki bisa atrofi dan tidak terstimulasi," ucap dr Natalia, dalam media briefing, Kamis (8/12/2022).
Baca Juga: Bupati Cianjur Bebaskan ODGJ yang Dipasung Keluarga
Pasung adalah istilah yang digunakan di Indonesia untuk menggambarkan tindakan pengasingan dan pengekangan terhadap pasien, atau ODGJ. Menurut dr Natalia, ada beberapa alasan proses ini masih terjadi di beberapa wilayah.
Alasan pertama, tempat terjadinya pemasungan masih jauh dari fasilitas kesehatan, terutama kesehatan jiwa. Kedua, kurangnya pengetahuan keluarga dalam cara menangani ODGJ atau ODMK.
Dalam kesempatan yang sama, Pendiri Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Bagus Utomo menambahkan, sebagian besar kasus pemasungan terjadi karena sulitnya akses menuju pelayanan kesehatan jiwa.
Baca Juga: Fakta Terkait Orang Gila Jarang Sakit: Tidak Bisa Bedakan Kondisi Tubuhnya
"Pemasungan itu berdampak negatif terhadap kesehatan fisik dan mental orang yang dipasung. Ada yang sulit berjalan akibat kaki yang mengecil, mental orang yang dipasung juga merasa diabaikan, bahkan orang yang dipasung sering merasa tidak layak menjadi manusia," kata Bagus.
Di sisi lain, pihak keluarga yang pasung anggotanya, mungkin juga merasakan dampak psikologis. Sebab, mereka harus melakukan sesuatu hal yang tidak manusiawi. Sehingga, Bagus mengimbau agar tradisi pasung tidak lagi dilakukan.
"Perlu dukungan semua pihak untuk mengatasi pemasungan," ungkapnya.