Epidemiolog UI Soal COVID-19: Indonesia Harusnya Sudah Endemi, Tapi Tidak Pede

- Rabu, 9 Maret 2022 | 20:38 WIB
Pemakaman pasien COVID-19 dengan protokol kesehatan. Ahli waris bisa mengajukan bantuan santuna kematian. (ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif)
Pemakaman pasien COVID-19 dengan protokol kesehatan. Ahli waris bisa mengajukan bantuan santuna kematian. (ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif)

Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono memberikan pandangannya terkait status wabah virus corona (COVID-19) yang sampai saat ini masih berstatus pandemi di Indonesia.

Menurut Pandu, COVID-19 di Indonesia seharusnya sudah bisa ditetapkan sebagai endemi, bukan lagi pandemi.

"Menurut saya kita sudah masuk ke fase itu (endemi, -red). Indonesia hanya tidak percaya diri," kata Pandu saat hadir di radio MNC Trijaya FM pada 28 Desember 2021, dikutip Indozone dari artikel di Antara, Rabu (9/3/2022).

Pandemi COVID-19 di Indonesia pernah menyentuh angka kasus terendah pada 3 November 2021 saat seluruh provinsi berada pada tingkat penularan komunitas level 1 untuk kali pertama dalam dua tahun terakhir.

Pada saat itu Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan kasus transmisi di Indonesia mencapai rata-rata 20 per 100.000 penduduk, jumlah hospitalisasi lima per 100.000 penduduk dan jumlah kematian satu per 100.000 penduduk.

Situasi tersebut dilaporkan terus melandai secara konsisten hingga Desember 2021. 

Ketidakpercayaan diri pemerintah RI sebab didasarkan pada perhitungan potensi gelombang ketiga varian Omicron yang santer terdengar dari berbagai negara di Eropa dan Afrika serta dikaitkan dengan libur Natal dan Tahun Baru 2022 yang memicu mobilitas penduduk di Indonesia.

Ramalan Meleset

Ramalan Pandu bersama para ahli dari UI, UGM, dan Unair yang menyebut tidak ada gelombang ketiga COVID-19 di Indonesia pada waktu itu nyatanya meleset. Dalam kurun Januari hingga Februari 2022 gelombang ketiga pandemi muncul.

Saat itu, kasus mingguan COVID-19 sempat menembus 400.000 kasus sejak pasien pertama Omicron terdeteksi pada 16 Desember 2021 di Wisma Atlet Jakarta.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan eradikasi SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 di dunia, termasuk Indonesia mustahil diwujudkan karena sejumlah faktor, salah satunya inang untuk mempertahankan virus agar tetap hidup juga tersedia di hewan.

Saat virus Corona tertekan karena upaya vaksinasi di tubuh manusia, kata dia, maka virus dapat berpindah ke hewan domestik seperti kucing, anjing, hamster dan lainnya demi bertahan hidup.

Tantangan lain dalam eradikasi COVID-19 adalah gejala yang ditimbulkan varian Omicron hampir 90 persen tidak bergejala atau bergejala ringan sehingga mereka yang tertular lebih memilih untuk memulihkan kesehatan secara mandiri. Artinya, sulit dideteksi.

Dalam teori pengendalian wabah, kata Dicky, ditentukan faktor kecepatan penularan dan tingkat keparahan yang ditimbulkan virus. Karakter virus RNA mampu menular dan bermutasi dengan cepat.

"Dalam satu manusia bisa miliaran mutasinya. Setiap pekan ada strain baru," katanya.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

X