Inikah 3 Alasan yang Bikin Masyarakat Ogah ke Dokter Gigi?

- Kamis, 20 Februari 2020 | 19:31 WIB
drg. Andy Wirahadikusumah Sp. Pros ungkap alasan kesadaran masyarakat enggan ke dokter gigi. (INDOZONE/Maria Adeline Tiara)
drg. Andy Wirahadikusumah Sp. Pros ungkap alasan kesadaran masyarakat enggan ke dokter gigi. (INDOZONE/Maria Adeline Tiara)

Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan sebanyak 57,6 persen penduduk Indonesia mengalami masalah gigi dan mulut seperti gigi berlubang. Salah satu yang menyebabkan angka kasus cukup tinggi ialah kesadaran masyarakat yang kurang untuk memeriksakan diri ke dokter gigi secara rutin. Tentu hal ini yang harus menjadi perhatian.

Menurut drg. Andy Wirahadikusumah Sp. Pros, ada beberapa alasan yang membuat tingkat kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatan gigi dan mulut secara rutin belum tinggi. Pertama masih menganggap sebelah mata masalah kesehatan gigi dan mulut. Masyarakat lebih memilih berobat ke dokter gigi jika sudah timbul masalah.

"Lalu yang kedua mungkin bahkan belum mengerti bahwa gigi itu salah satu masalah kesehatan yang cukup penting," ujar drg. Andy saat ditemui dalam acara Dentist Talk 40 Tahun Cobra Dental, Kamis (20/2/2020), di Pejaten Jakarta Selatan.

-
Ilustrasi (Unsplash.com/Michael Browning)

Ia menambahkan, berkunjung ke dokter gigi sebenarnya tidak harus tunggu sampai sakit. Masyarakat disarankan rutin berkunjung ke dokter gigi setiap enam bulan sekali walaupun tidak ada masalah dan keluhan. Ketika datang, maka akan dilakukan pembersihan karang gigi dan pemeriksaan kondisi gigi.

"Sama aja kayak jantung, kan enggak mesti tunggu sakit jantung dulu baru medical check up. Gigi juga seperti itu," ucap drg. Andy.

Alasan lainnya adalah anggapan jika pergi ke dokter gigi itu menyeramkan karena setelah perawatan bisa timbul nyeri dan biayanya mahal. Dokter ini pun mencoba meluruskan anggapan-anggapan tersebut. Menyangkut soal pergi ke dokter gigi menyeramkan karena bisa timbul rasa nyeri. Sebenarnya, semakin cepat masalah ditemukan, maka risiko nyeri semakin kecil.

"Jadi misalkan ada lubang, tapi lubangnya masih kecil kan bisa ditambal. Dibanding enggak pernah ke dokter gigi selama bertahun-tahun, tahu-tahu lubangnya sudah besar. Kalau sudah besar nanti perawatannya tidak bisa dilakukan dalam satu kunjungan dan menjadi lebih kompleks," ujar drg. Andy.

Apabila kondisinya semakin parah, perawatan terhadap gigi perlu dilakukan dalam frekuensi yang lebih tinggi. Inilah yang pada akhirnya membuat biaya menjadi lebih mahal. Sebab harus berkali-kali datang ke dokter gigi.

-
Diskusi kesehatan gigi dan mulut dalam acara Dentist Talk 40 TH Cobra Dental, Kamis (20/2/2020) di Jakarta Selatan.

"Masyarakat berpikirnya, 'Wah biayanya mahal, perawatannya susah'. Padahal mungkin kalau memang dari awal datang untuk check up secara rutin, hal-hal tersebut bisa ditangani serta angka kasus kesehatan gigi dan mulutnya lebih menurun," ujar drg Andy.

Di sisi lain, sekarang ini trennya masyarakat ke dokter gigi bukan untuk perawatan, melainkan estetika. Mereka lebih memilih untuk bleaching atau veneer. Ia mengatakan hal itu sah-sah saja dilakukan. Namun ada yang lebih penting.

"Beberapa tahun terakhir trennya masyarakat ke dokter gigi karena estetik. Padahal estetik ini bukan sesuatu yang wajib. Tapi yang lebih penting kesehatan giginya, mau giginya bagus dan estetik segimanapun, kalau enggak sehat percuma," pungkas drg. Andy.


Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

10 Dampak Negatif Polusi Udara Terhadap Kesehatan

Selasa, 26 Maret 2024 | 06:20 WIB
X