Meski Kasus Melandai, Belum Ada Tanda Pandemi Usai, Ahli: Mutasi Virus Berlangsung Terus

- Jumat, 4 Maret 2022 | 13:30 WIB
Ilustrasi mutasi virus COVID-19 (Unsplash/peterschreiber.media)
Ilustrasi mutasi virus COVID-19 (Unsplash/peterschreiber.media)

Trend pandemi COVID-19 varian Omicron diketahui mulai mengalami penurunan kasus di sejumlah negara. Meski begitu, ahli mengungkap belum ada tanda-tanda pandemi bakal segera berakhir akibat mutasi virus yang terus berlanjut. 

"Mutasi virus berlangsung terus-menerus dan merupakan siklus alamiah virus. Karena pandemi COVID-19 belum berakhir sekalipun kasus global mulai menurun dan COVID-19 diprediksi akan terus ada," ujar Ahli Mikrobiologi Klinik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, dr. Nia Krisniawati, Sp.MK, seperti yang dikutip Indozone dari ANTARA, Jumat (4/3/2022).

dr Nia yang juga merupakan anggota Tim Laboratorium COVID-19 dan Laboratorium Riset Terpadu Unsoed itu menjelaskan, hingga saat ini COVID-19 masih menjadi pandemi seiring dengan adanya mutasi virus yang menyebabkan munculnya varian-varian baru yang lebih cepat menular.
Baca juga: Negatif Omicron Tapi Masih Merasakan Gejala? Waspada, Long COVID-19 yang Lebih Berbahaya!
Adapun, terkait maraknya kasus akibat infeksi varian Omicron, dia meminta masyarakat untuk senantiasa menjaga kebersihan sebagai bagian dari pencegahan.

“Kebersihan harus lebih ditekankan dan upaya pencegahan penularan COVID-19 perlu ditingkatkan hingga level terkecil masyarakat. Hal ini bisa dilakukan melalui penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro di desa/kelurahan,” sambungnya. 

Selain itu, kata dia, pemerintah daerah juga perlu kembali menegakkan protokol kesehatan sesuai dengan level PPKM di daerah masing-masing demi menekan laju kasus positif COVID-19.

Dalam hal ini, Nia juga memaparkan lima dampak varian Omicron yang berkaitan dengan insiden penyakit, dampak terhadap transmisi atau penularan, dampak pada keparahan penyakit, dampak pada infeksi berulang, dan dampak pada vaksinasi.

"Dalam kaitannya dengan dampak terhadap insiden penyakit, berdasarkan data Omicron terus menyebar secara global dan telah diidentifikasi di sebagian besar negara di enam wilayah WHO (World Health Organization/Organisasi Kesehatan Dunia)," ungkapnya.

Lebih lanjut, menurut Nia, secara global selama satu pekan atau tanggal 14-20 Februari 2022, jumlah kasus baru COVID-19 turun 21 persen dibandingkan dengan minggu sebelumnya dan jumlah kasus kematian juga menunjukkan tren menurun yang tercatat sebesar 8 persen.


"Penting untuk dicatat bahwa tren ini mungkin disebabkan karena penurunan tes diagnostik Covid-19 secara keseluruhan yang dipengaruhi oleh perubahan kebijakan di tiap negara," katanya. 

Kemudian, terkait dengan dampak terhadap transmisi atau penularan, dia mengatakan sesuai analisis berdasarkan metode yang digunakan oleh Campbell et al dan yang berfokus pada negara-negara dengan data genom sekuensing yang diunggah ke GISAID (Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data) pada tanggal 18 Februari 2022, menemukan keunggulan tingkat replikasi atau pertumbuhan Omicron dibandingkan varian Delta di semua negara.
 
Menurut dia, tingkat reinfeksi (infeksi berulang, red.) dilaporkan lebih tinggi pada Omicron dibandingkan dengan Delta, yakni 13,6 persen versus 10,1 persen di United Kingdom dan 31 persen versus 21 persen di Denmark.

"Peneliti di China, Hong Kong SAR menemukan bahwa Omicron memiliki tropisme yang lebih tinggi di jaringan bronkus dibandingkan dengan paru-paru. Di United Kingdom, Omicron ditemukan lebih cepat menginfeksi saluran pernapasan bagian atas dari pada Delta dan menghasilkan titer sekitar 100 kali lipat lebih tinggi. Jadi sangat perlu diwaspadai" pungkasnya.
 

 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Hindari 4 Makanan ini Saat Kamu Anemia!

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB

Simak Gejala Sifilis yang Penting untuk Diwaspadai!

Minggu, 21 April 2024 | 19:13 WIB
X