Studi: Kesemutan Berkepanjangan Bisa Jadi Gejala COVID-19, Waspada!

- Senin, 28 Maret 2022 | 08:39 WIB
Ilustrasi kesemutan (Unsplash/Lucky7trader)
Ilustrasi kesemutan (Unsplash/Lucky7trader)

Infeksi virus SARS-CoV-2 dapat memunculkan berbagai gejala, mulai dari yang umum hingga yang tak biasa. Studi baru mengungkap infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala neuropati hingga berbulan-bulan.

Ya, selain menyerang sistem pernapasan dan otak, virus yang telah bermutasi ini juga dapat menyerang sistem muskuloskeletal yaitu sistem yang terdiri dari otot, jaringan ikat, saraf, serta tulang dan sendi.

Baca juga: Sering Kebas dan Kesemutan? Waspada Gejala Diabetes!

Dari studi baru yang dilakukan peneliti di Washington, terungkap bahwa orang yang terinfeksi virus Corona kemungkinan bisa mengalami neuropati perifer tiga kali lebih besar.

Melansir Harvard Health, neuropati perifer merupakan kerusakan pada saraf perifer di seluruh tubuh.

Gejala yang muncul bisa berupa berkurangnya sensitivitas, kesemutan, kelemahan, hingga muncul nyeri pada tangan dan kaki.

"Kami menemukan bahwa hampir 30 persen pasien yang dites positif COVID-19 juga melaporkan masalah neuropati pada saat diagnosis mereka," beber pemimpin peneliti sekaligus penyidik senior Washington University Pain Centre, Simon Haroutounian, seperti yang dikutip Indozone dari Express UK, Senin (28/3/2022).

Simon melanjutkan gangguan neuropati itu bertahan cukup lama, bahkan hingga berbulan-bulan.

"Untuk enam hingga tujuh persen dari mereka, gejalanya bertahan setidaknya selama dua minggu, dan hingga tiga bulan, menunjukkan bahwa virus ini mungkin memiliki efek yang bertahan lama pada saraf perifer," sambungnya.

Beruntung pada penelitian tersebut, mayoritas pasien yang diteliti melaporkan gejala neuropati yang ringan.

Selain COVID-19, ternyata gejala neuropati juga bisa disebabkan oleh infeksi virus lainnya. Misalnya seperti HIV dan herpes zoster, sebab virus dalam merusak saraf.

"Penting untuk memahami apakah infeksi virus dikaitkan dengan peningkatan risiko neuropati. Dalam kasus HIV, kami tidak menyadari bahwa itu menyebabkan neuropati selama beberapa tahun setelah epidemi AIDS dimulai," beber Simon.

"Akibatnya, banyak orang tidak terdiagnosis dengan neuropati dan tidak diobati untuk rasa sakit yang terkait dengan masalah tersebut,” pungkasnya.


 

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

X