Menguak Kondisi Kejiwaan Pasangan Sejenis, Apakah Termasuk Gangguan Mental?

- Rabu, 11 Mei 2022 | 15:00 WIB
Pasangan gay Ragil Mahardika dan suaminya Frederik Vollert di podcast Deddy Corbuzier. (Instagram@ragilmahardika)
Pasangan gay Ragil Mahardika dan suaminya Frederik Vollert di podcast Deddy Corbuzier. (Instagram@ragilmahardika)

Baru-baru ini pasangan sejenis kembali ramai diperbincangkan setelah YouTuber, Deddy Corbuzier mengundang pasangan gay Ragil Mahardika dan Frederik Vollert di podcast miliknya.
 
Tayangan itu menuai kritik pedas yang berujung permintaan maaf dan penghapusan video oleh Deddy.

"Seperti biasa ketika gaduh di sosmed. Saya minta maaf. Kebetulan masih dalam suasana bulan Syawal. Sejak awal saya bilang tidak mendukung kegiatan LGBT," ucap Deddy Corbuzier.

Dia sendiri mengaku tidak mendukung pasangan sejenis tersebut. Namun hanya ingin membahas fenomena yang selama ini ada di masyarakat 

"Saya hanya melihat mereka sebagai manusia. Hanya membuka fakta bahwa mereka ada di sekitar kita dan saya pribadi merasa tidak berhak menilai mereka," sambungnya.

Seperti diketahui, pernikahan sejenis terus ada meski dilarang Kementerian Agama RI. Para pelakunya terus berkembang meski sembunyi-sembunyi.

Lantas bagaimana psikolog melihat fenomena ini? 

Apakah pelaku pasangan sejenis termasuk kelompok yang mengidap gangguan mental? 
 
Mengutip dari BBC News Indonesia, ahli Neurologi, dr. Ryu Hasan mengatakan tidak ada istilah sembuh bagi orang yang memiliki orientasi seksual lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT). Sebab pada dasarnya mereka tidak mengalami penyakit apapun. 

"Menurut dunia kedokteran saat ini, lesbian, gay, dan biseksual bukanlah penyakit dan bukanlah gangguan. Jadi tidak perlu disembuhkan," katanya. Kecuali jika orang tersebut merasa tidak nyaman, itu bisa dibilang gangguan dan baru dilakukan terapi,” ucapnya.

Jika pun ada ada layanan konseling untuk kelompok ini bukanlah untuk menghilangkan perilakunya melainkan berfokus untuk menghilangkan rasa tidak nyaman sebab orientasi seksual sampai kapanpun tidak bisa diubah.

"Kalau psikologi dikaitkan dengan agama, memang lain lagi (sudut pandangnya). Saya kira wajar jika orang religius tidak bisa menerima perilaku ini karena doktrin agamanya melarang itu. Tetapi itu bukan bagian dari ilmu kedokteran modern ya, beda," tambahnya.

Sementara itu mengutip dari laman SehatQ, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, pelaku LGBT tidak bisa digolongkan sebagai pengidap gangguan mental.

-
Ilustrasi pasangan sejenis (Freepik)

 
Memang sebelumnya kelompok homoseksual ini sempat digolongkan sebagai gangguan kepribadian, yaitu merujuk pada pola pikir, perilaku, dan perasaan yang terganggu.
 
Namun, pada tahun 1973, American Psychological Association (APA) telah menghapus homoseksual dari daftar gangguan mental.

Baca juga: Podcast Deddy Corbuzier soal Pasangan Gay, Anggota DPR: Sangat Tidak Mendidik

Begitu pula dengan transgender. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun berencana menghapus transgender dari kategori gangguan mental. Dari keputusan-keputusan di atas, dapat disimpulkan bahwa LGBT bukan merupakan gangguan mental maupun gangguan kepribadian.

Lebih rentan alami gangguan mental

Meski tidak digolongkan sebagai gangguan mental, pelaku pernikahan sejenis atau LGBT sangat rentan mengalami masalah kejiwaan. 

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Hindari 4 Makanan ini Saat Kamu Anemia!

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB
X