BRIN Mengembangkan Senyawa Radio Fluorescent untuk Mendeteksi Sel Kanker

- Selasa, 9 Mei 2023 | 12:15 WIB
Ilustrasi penderita kanker (Freepik/pikisuperstar)
Ilustrasi penderita kanker (Freepik/pikisuperstar)

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Hendris Wongso mengembangkan senyawa radio fluorescent, sebagai kandidat untuk deteksi sel kanker pada bedah tumor.

"Pengembangan senyawa radio-fluorescent merupakan salah satu riset yang sedang berjalan di BRIN," ujarnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Selasa (9/5/2023).

Menurut Hendris, kegiatan riset ini berpotensi untuk dapat langsung dimanfaatkan oleh masyarakat. Dalam beberapa tahun ke depan, diharapkan dapat menghasilkan produk untuk aplikasi image-guided surgery kanker di bidang kedokteran nuklir atau onkologi.

Baca juga: Kemenkes Taiwan Temukan Zat Pemicu Kanker Pada Mie Instan Asal Indonesia dan Malaysia

"Melalui dukungan pendanaan dari program Riset dan Inovasi untuk Indonesia Maju (RIIM), kami berhasil menyintesis beberapa senyawa radio-fluorescent baru sebagai kandidat untuk deteksi sel kanker pada proses image-guided surgery," terangnya.

-
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Hendris Wongso. (ANTARA/HO-BRIN)

Hendris mengatakan, saat ini ada tiga jenis pengobatan yang paling sering digunakan bagi penderita kanker, yaitu kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan.

Pemilihan penanganan yang tepat sangat bergantung ada karakteristik kanker yang diderita pasien.

Baca juga: Hati-hati! Kebiasaan Buruk Ini Penyebab Kanker Kolorektal, Termasuk Konsumsi Alkohol

Dia menambahkan, umumnya pengobatan dengan metode kemoterapi dan radioterapi lebih sesuai diberikan pada non-solid kanker. Sedangkan kanker yang berbentuk solid atau tumor, harus melalui proses pembedahan sebagai pilihan penanganan yang tepat.

Keberhasilan pembedahan pada berbagai jenis tumor masih relatif rendah, seiring dengan tingginya angka rekurensi, atau kanker yang muncul setelah operasi atau di rentang waktu usai pasien dinyatakan sembuh.

Hal tersebut disebabkan oleh ketidaksempurnaan prosedur pembedahan lantaran tidak semua sel kanker dapat diangkat. Akibatnya, sel-sel kanker sisa operasi dapat membentuk tumor baru, bahkan menyebar dan menjadi tumor baru di jaringan tubuh lainnya.

Pada prosedur pembedahan, proses lokalisasi jaringan tumor oleh ahli bedah masih banyak mengandalkan teknik konvensional, yaitu dengan perabaan dan penglihatan. Di lain pihak, penggunaan radiofarmaka untuk proses pembedahan masih menyisakan banyak kelemahan, terutama rendahnya resolusi gambar yang dihasilkan, sehingga teknik ini dinilai belum optimal.

"Proses pembedahan tumor dengan menggunakan senyawa hybrid berbasis radionuklida dan fluoresen (radio-fluorescent) telah menjadi tren riset di beberapa negara maju. Senyawa hybrid dapat diperoleh dari proses konjugasi (pelabelan) senyawa aktif atau obat dengan radionuklida dan fluorophore," beber Hendris.

Artikel Menarik Lainnya:

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

X