Omicron Sulit Dilacak dan Lebih Berbahaya Bagi Kelompok Rentan, Menko Luhut: Hati-Hati!

- Selasa, 8 Februari 2022 | 12:45 WIB
Petugas kesehatan melakukan tes usap PCR kepada pengendara mobil saat layanan drive thru di Bumame Farmasi, Mal Boxies123, Kota Bogor, Jawa Barat (Ilustrasi/ ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)
Petugas kesehatan melakukan tes usap PCR kepada pengendara mobil saat layanan drive thru di Bumame Farmasi, Mal Boxies123, Kota Bogor, Jawa Barat (Ilustrasi/ ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)

Infeksi COVID-19 varian Omicron semakin mengkhawatirkan. Mutasi virus ini memiliki kemampuan menyebar yang lebih cepat ketimbang varian Delta. Tak hanya itu, gejala Omicron juga sangat mirip flu biasa dan pendeteksiannya tak bisa menggunakan alat PCR biasa.

Hal ini sebagaimana yang diungkap Ahli Virologi sekaligus Direktur Laboratorium KalGen Innolab, Andi Utama, Ph.D dalam live Instagram Kalbe Farma bersama KalGen Innolab beberapa waktu lalu.

Baca juga: Alasan Mengapa Tidak Boleh Terlalu Baik Kepada Orang Lain, Pengaruhi Kondisi Mental

Andi menjelaskan, proses pelacakan semua jenis virus corona tidak sederhana. Apalagi semuanya sudah bermutasi sehingga harus lebih teliti dalam pelacakannya.

“Selama virus itu memiliki kesempatan berkembang biak, maka proses mutasi itu akan terus terjadi. Apalagi, material genetik dari virus ini adalah RNA, dimana mutasi RNA jauh lebih cepat daripada DNA,” ujarnya.

Lebih lanjut, Andi mengungkap virus yang bermutasi akan membawa dua kemungkinan, yaitu menguntungkan atau malah merugikan. Jika ada mutasi yang merugikan, maka virus akan hilang.

-
Ilustrasi varian Omicron (Pixabay/Naeblys)

Sedangkan untuk Omicron sendiri, hasil mutasi berhasil alias menguntungkan dengan membuat virus itu bertahan.

"Proses pelacakannya pun tidak sederhana. Konsep dasar dari pengembangan mendeteksi virus karena objeknya adalah material genetik, maka ada dua cara yang bisa dilakukan. Pertama, mencari bagian virus yang unik spesifik yang mendekati SARS-CoV-2. Kedua, memilih daerah yang tidak mudah berubah," tambah dia.

Adapun untuk mendeteksi Omicron, kata Andi, perlu software yang mampu menjejerkan ratusan ribu data genom virus dan mencari bagian genom yang lestari. Di mana dalam hal ini bisa menggunakan dua metode. Keduanya berdasarkan surat edaran Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) 2021.

“Pertama, STGF (S-Gene Target Failure), konsepnya mencari Gen S yang tidak bisa dideteksi karena dari awal dibuatkan desain untuk virus original. Dalam hal ini, akan ada kemungkinan varian selain omicron,” tuturnya.

Sementara itu, secara terpisah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap bahwa varian Omicron yang tengah beredar lebih berbahaya pada kelompok rentan.

Kelompok rentan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah lansia, memiliki komorbid (hipertensi, diabetes, dan lain-lain), serta belum melakukan vaksinasi.
 

-
Ilustrasi penyuntikan vaksin pada lansia (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

 
Namun, Luhut menyarankan masyarakat tidak perlu panik dan tetap bisa beraktivitas seperti biasa. Akan tetapi harus menerapkan protokol kesehatan dan mengikuti aturan PPKM yang berlaku.

"Kalau kita patuh pada itu semua, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi kalau Anda punya kasus komorbid, belum vaksin, Anda perlu hati-hati karena Anda bisa jadi salah satu orang yang check out," ujar Luhut dalam konferensi pers pada Senin, (7/2/2022).

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

X