Obat Kanker Dicoret Dari Fornas BPJS, Ini Dampak Pada Pasien

- Kamis, 31 Oktober 2019 | 09:00 WIB
Ilustrasi. (Pixabay/Parentingupstream)
Ilustrasi. (Pixabay/Parentingupstream)

Permasalahan terkait layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan terus menjadi sorotan publik. Oleh karenanya, Pemerintah perlu menanggapi himbauan beberapa pihak terhadap beberapa kasus yang berkaitan dengan layanan kesehatan.

Per 1 Maret 2019, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor HK.01.07/Menkes/707/2018 menerbitkan peraturan untuk mengeluarkan obat Bevacizumab dan Cetuximab dari daftar Formularium Nasional (Fornas). 

Kebijakan ini menuai protes dari pasien, organisasi pasien, dokter bedah digestif, maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), karena akan menambah penderitaan pasien.

Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia menilai, pemberian obat Bevacizumab dan Cetuximab menjadi hal yang penting karena kedua obat tersebut merupakan Standar Terapi mCRC yang berdasarkan pedoman nasional dan internasional.

Pria penderita kanker usus besar yang diketahui bernama Husain Nurisman mengatakan, aturan pemerintah bukanlah langkah yang tepat karena penderita kanker usus besar masih membutuhkan kedua obat tersebut.

"Di 2017 Cetuximab masih ditanggung, memang harganya cukup mahal. Tapi mengapa sekarang dihilangkan, padahal itu obat terbaik yang diberikan dokter. Selama ini Kemenkes hanya bilang ada obat pengganti tapi tidak bisa jawab obatnya apa. Oleh karena itu, kami berharap pemerintah memberikan solusi atas masalah ini secepatnya," ujar Husain.

Keputusan tersebut, dinilai memberatkan para pasien kanker kolorektal metastasis sehingga menyebabkan penghentian penjaminan terapi target yang telah menjadi standar pengobatan sejak 2008. 

Sekretaris Jendral (Sekjen) IKABDI, dr. Hamid Rochanan menjelaskan, apabila obat ini tidak dapat diakses, maka pastinya pasien kanker kolorektal sangat dirugikan. 

"Obat ini termasuk terapi target. Dimana menurut kami, para dokter mampu menghambat pertumbuhan dan penyebaran sel kanker tersebut," kata dr. Hamid 

Ia mengatakan, dengan terapi target memungkinkan pasien dapat dioperasi, isitilah ilmu kedokterannya adalah yang tadinya unresectable menjadi resectable, sehingga mampu meningkatkan Overall Survival (OS) maupun Progression-free Survival (PFS). 

Jika obat ini dihapus, kata ia, maka progresivitas penyebaran sel kanker semakin besar. Dengan demikian jika kita mempertimbangkan hal tersebut, pasien kanker kolorektal metastasis sangat membutuhkan kejelasan atas ketetapan Menteri Kesehatan. 

"Seharusnya sampai saat ini program JKN tetap memberikan pelayanan kanker secara komprehensif, termasuk pemberian obat Bevacizumab dan Cetuximab tersebut. Namun, pada kenyataannya tidak," tandas dr. Hamid 

Hingga kini, Kemenkes dinilai lalai tidak mengeluarkan surat resmi penundaan untuk dikirimkan ke Rumah Sakit di Indonesia. Dampak yang lebih jauh lagi, tertanggal 1 Juli 2019, Rumah Sakit tidak dapat melakukan sistem reimbursement ke pihak BPJS.

"Sebagai klinisi, suara kami adalah suara pasien, artinya bahwa kami tetap memberikan terapi sesuai dengan keilmuan kami dan kami berharap pemerintah mendukung sesuai dengan keilmuan kami ini. Dengan demikian kami menghimbau kabinet kerja jilid II dapat menanggapi suara kami dan menuntaskan polemik ini." kata Hamid Rochanan.

Halaman:

Editor: Administrator

Terkini

Hindari 4 Makanan ini Saat Kamu Anemia!

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB
X