Para Peneliti Khawatir Karena COVID-19 Miliki Keterkaitan dengan Stroke dan Kejiwaan!

- Jumat, 9 April 2021 | 15:39 WIB
Ilustrasi sedih. (photo/Ilustrasi/Pexels/Sofia Alejandra)
Ilustrasi sedih. (photo/Ilustrasi/Pexels/Sofia Alejandra)

Organasi Kesehatan mengatakan mereka prihatin dengan penemuan studi baru yang menunjukkan lebih dari sepertiga penyitas COVID-19 menderita masalah neurologis atau kejiwaan, dan telah menyerukan lebih banyak penelitian dan pemantauan. 

Para ilmuwan dari Amerika Serikat dari Universitas Oxford di Inggris pelajari catatan kesehatan elektronik lebih dari 236.000 pasien COVID-19, sebagian besar dari AS, dan menemukan bahwa 34 persen didiagnosis dengan kondisi mental atau neurologis dalam waktu enam bulan setelah terinfeksi, menurut sebuah studi yang diterbitkan Selasa, 6 April dalam jurnal medis The Lancet Psychiatry. 

Gangguan mental yang paling umum merupakan kecemasan, yang pengaruhi 17 persen pasien, dan perubahan suasana hari sebesar 14 persen. Kondisi neurologis tidak jarang terjadi pada mereka yang sakit parah dengan COVID-19, dengan tujuh persen pasien menderita stroke dan hampir dua persen pasien didiagnosis dengan demensia. 

Dr Richard Francis yang mengepalai penelitianj dia Asosiasi Stroke Inggris, mengatakan dia prihatin dengan penemuan itu dan serukan penelitian lebih lanjut. Melihat hal itu, dia memberikan komentarnya.

“Ini mengkhawatirkan bahwa penelitian ini, terutama berdasarkan data Amerika Serikat, menemukan orang dengan Covid-19 mungkin berisiko lebih tinggi terkena stroke. Ada banyak laporan yang mengaitkan Covid-19 dan stroke, tetapi hanya sedikit penelitian besar seperti ini yang memahami Covid-19 sebagai faktor risiko stroke, ”katanya dalam siaran pers.

Studi itu menemukan bahwa dibandingkan dengan orang terserang flu, infeksi virus COVID-19 memiliki risiko 62 persen lebih tinggi terkena stroke yang disebabkan oleh pembekuan darah dan risiko stroke 71% lebih tinggi yang disebabkan oleh pendarahan di otak. Di sisi lain, Dr Hannah Sugarman, penasihat klinis untuk amal kesehatan mental Mind Hongkong mengaku tidak terkejut dengan penelitian itu, karena ada penelitian lain menunjukkan COVID-19 dapat sebabkan masalah kesehatan jangka panjang. 

“Temuan dari penelitian ini memberikan argumen yang kuat untuk dimasukkannya penilaian kesehatan mental dan dukungan sebagai bagian dari jalur perawatan setelah perawatan standar untuk orang yang selamat dari Covid-19,” katanya.

Di sisi lain, penulis utama studi ini yaitu Profesor Paul Harrison dari Universitas Oxford mengatakan temuan itu mengonfirmasi tingginya tingkat diagnosis kejiwaan pada penyitas COVID-19. 

“Meskipun risiko individu untuk sebagian besar gangguan kecil, efeknya di seluruh populasi mungkin besar untuk kesehatan dan sistem perawatan sosial karena skala pandemi dan banyak dari kondisi ini kronis,” katanya dalam siaran pers.

“Sistem perawatan kesehatan perlu didukung untuk menangani kebutuhan yang diantisipasi, baik dalam layanan perawatan primer dan sekunder,” jelasnya. 

Penulis juga mencatat beberapa keterbatasan pada penelitian mereka. Kelengkapan dan keakuratan catatan kesehatan elektronik tidaklah diketahui, dan orang-orang yang diteliti lebih mungkin mengidap penyakit yang lebih parah daripada populasi umumnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Hindari 4 Makanan ini Saat Kamu Anemia!

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB

Simak Gejala Sifilis yang Penting untuk Diwaspadai!

Minggu, 21 April 2024 | 19:13 WIB
X