Angka Kasus Covid-19 di Indonesia Lampaui Tiongkok, Pakar: Kepatuhan Masyarakat Lemah

- Minggu, 19 Juli 2020 | 13:24 WIB
Karyawan memakai masker saat beraktivitas di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta Utara, Senin (2/3/2020). (INDOZONE/Arya Manggala)
Karyawan memakai masker saat beraktivitas di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta Utara, Senin (2/3/2020). (INDOZONE/Arya Manggala)

Angka kasus Covid-19 di Indonesia sudah melebihi tempat pertama kali virus corona baru atau SARS-CoV-2 menyebar yakni Tiongkok. Berdasarkan data di Worldometers, angka kasus Covid-19 di Tiongkok adalah 83.660 kasus dengan angka kematian 4.634 kasus. Sedangkan di Indonesia angka kasusnya sudah mencapai 84.882 dengan angka kematian 4.016 kasus.

Menurut Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Prof. dr. Ascobat Gani, MPH, Dr.PH, angka kasus di Indonesia bisa melampaui Tiongkok menandakan penularan Covid-19 tidak bisa dikendalikan. Pengendaliannya menyangkut beberapa pihak yaitu pemerintah dan masyarakat.

“Pengendaliannya pada level pemerintah dari kebijakan, kemudian enforcement dari kebijakan itu pada masyarakat, kepatuhan. Ini barangkali kita lebih lemah dari Tiongkok. Tiongkok itu keras, enforcement-nya juga keras seperti lockdown. Kita tidak bisa melakukan seperti itu,” ujar Prof Ascobat kepada Indozone saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (19/7/2020).

Ia menambahkan, menyangkut kebijakan aparat pemerintah tidak begitu tegas di lapangan. Lalu dari segi kepatuhan, banyak masyarakat yang cuek dan tidak menerapkan protokol kesehatan. Contoh, masih ada masyarakat yang ketika beraktivitas di luar rumah tidak memakai masker dan tidak menjaga jarak.

-
Warga dengan mengenakan masker di wajahnya berkunjung saat hari pertama pembukaan kembali pusat perbelanjaan di Mall Central Park, Jakarta, Senin (15/6/2020). (INDOZONE/Arya Manggala)

 

“Jadi otomatis (angka kasus) naik. Lalu mobilitas kita tinggi sekali antar daerah sehingga transmisi mudah terjadi,” ucap Prof Ascobat.

Dikatakan olehnya, penerapan kebijakan untuk mengendalikan Covid-19 di Indonesia menimbulkan dilema. Berdasarkan prinsip epidemiologi, untuk menekan penyebaran virus maka kegiatan masyarakat di suatu wilayah harus dibatasi dengan ketat. Namun di sisi lain, hal itu bisa berdampak pada ekonomi masyarakat dan pemerintah belum bisa mencukupi kebutuhan masyarakat sepenuhnya.

“Mencari titik optimal antara kebijakan darurat kesehatan dan kebijakan ekonomi memang susah. Menurut saya kebijakan enggak bisa nasional, harus regional, perlu pemetaan. Misalnya untuk daerah yang sangat red zone PSBB harus lebih kencang, sedangkan di daerah yang zona kuning bisa lebih longgar,” kata Prof Ascobat.

Ia menekankan, pemerintah daerah (pemda) harus lebih kuat untuk mencari titik optimal antara kebijakan darurat kesehatan dengan kebijakan ekonomi berdasarkan indikator-indikator yang sudah ada. Penguatan tersebut harus dilakukan sampai ke level RT dan RW.

“Pemda identifikasi titik-titik kemungkinan kerumunan terjadi, kemudian bikin program, diawasi, diamati, dan enforcement tegas. Semua itu kalau enggak dilakukan angka kasusnya naik terus. Sampai kapan peaknya, kita enggak tahu,” pungkas Prof Ascobat.

 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Terkini

X