Puasa Intermiten Bisa Bantu Kurangi Risiko Komplikasi Akibat COVID-19, Benarkah?

- Senin, 11 Juli 2022 | 19:15 WIB
Ilustrasi pasien COVID-19. (Freepik)
Ilustrasi pasien COVID-19. (Freepik)

Orang yang teratur menjalankan puasa intermiten cenderung tidak mengalami komplikasi parah dari COVID-19, menurut sebuah penelitian.

Puasa intermiten sebelumnya telah terbukti memiliki sejumlah manfaat kesehatan, termasuk menurunkan risiko diabetes dan penyakit jantung.

Temuan yang diterbitkan minggu di BMJ Nutrition, Prevention & Health, menunjukkan bahwa pasien COVID-19 yang melakukan puasa intermiten secara teratur memiliki risiko rawat inap atau kematian yang lebih rendah karena virus.

"Puasa intermiten telah terbukti menurunkan peradangan dan meningkatkan kesehatan kardiovaskular. Dalam penelitian ini, kami menemukan manfaat tambahan dalam memerangi infeksi COVID-19 pada pasien yang telah berpuasa selama beberapa dekade," kata Benjamin Horne, direktur epidemiologi kardiovaskular dan genetik di Intermountain Healthcare di AS, dikutip India TV.

Dalam studi tersebut, para peneliti mengidentifikasi 205 pasien yang dites positif terkena virus corona antara Maret 2020 dan Februari 2021.

Baca juga: Lampung Jemput Bola Vaksin Booster, Wagub Beber Masalah: Kini Anggap Covid-19 Flu Biasa

Dari jumlah tersebut, 73 mengatakan mereka rutin berpuasa setidaknya sebulan sekali. Para peneliti menemukan bahwa mereka yang melakukan puasa secara teratur memiliki tingkat rawat inap atau kematian yang lebih rendah karena virus corona.

"Puasa intermiten tidak terkait dengan apakah seseorang dites positif COVID-19 atau tidak, tetapi dikaitkan dengan tingkat keparahan yang lebih rendah setelah pasien dites positif," kata Horne.

Horne mengatakan bahwa perlu adanya penelitian lebih lanjut, diperlukan untuk memahami mengapa puasa intermiten dikaitkan dengan komplikasi COVID-19 yang lebih rendah.

Horne menambahkan bahwa hal tersebut kemungkinan karena sejumlah cara yang mempengaruhi tubuh. Misalnya, puasa mengurangi peradangan, terutama karena hiperinflamasi dikaitkan dengan hasil COVID-19 yang buruk. Selain itu, setelah 12 hingga 14 jam puasa, tubuh beralih dari penggunaan glukosa dalam darah menjadi keton, termasuk asam linoleat.

Horne menekankan bahwa hasil ini berasal dari orang-orang yang telah mempraktikkan puasa intermiten selama beberapa dekade, bukan berminggu-minggu.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

X