The Most Engaging Media For Millennials and GEN Z

WHO Klasifikasikan Polio di Indonesia sebagai Wabah Penyakit yang Diwaspadai
Ilustrasi logo WHO. (Freepik)
Health

WHO Klasifikasikan Polio di Indonesia sebagai Wabah Penyakit yang Diwaspadai

Diterbitkan 19 Desember lalu.

Rabu, 21 Desember 2022 16:27 WIB 21 Desember 2022, 16:27 WIB

INDOZONE.ID - Pemerintah Indonesia sudah menetapkan penyakit polio sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Hal itu sejak diumumkannya kasus pertama kali di Kabupaten Pidie, Aceh, pada awal November 2022 lalu.

Atas temuan tersebut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan polio sebagai wabah penyakit yang perlu diwaspadai, atau Diseases Outbreak News (DONs). Klasifikasi itu, dikeluarkan lantaran polio sudah bersirkulasi dalam bentuk transmisi lokal di tengah masyarakat setempat.

Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan pada Senin (19/12/2022) lalu, WHO menuliskan judul, Circulating Vaccine-Derived Poliovirus Type 2 (cVDPV2)–Indonesia, terhadap KLB kasus Polio di Indonesia.

Dalam keterangan tersebut, WHO juga merincikan berbagai tindakan yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia, dalam menangani kasus polio di Aceh itu.

Baca Juga: Update KLB Polio di Indonesia, Menkes: Sudah Ada 3 Kasus di Aceh

Upaya penelusuran epidemiologi di sekitar tempat tinggal pasien, dan kembali ditemukan kasus serupa yang menjangkiti tiga anak balita. Tapi tanpa gejala lumpuh layu mendadak.

Kemenkes telah berupaya menekan laju kasus Polio melalui program vaksinasi Polio yang menyasar sekitar 1,2 juta jiwa masyarakat berusia di bawah 12 tahun. Mereka tersebar di 23 kabupaten/kota Provinsi Aceh.

Kasus polio di Indonesia jadi wabah yang diwaspadai
Ilustrasi anak sedang suntik vaksin polio. (Freepik)

Sementara itu, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama menjelaskan, dua alasan yang menyebabkan Polio di Aceh sudah bersirkulasi dan menular. Pertama, karena ada beberapa sampel kasus yang diperiksa, ternyata saling berhubungan secara genetik.

Alasan kedua, laporan pemeriksaan laboratorium sekuensing dari Bio Farma menunjukkan, perubahan 25 senyawa organik nukloetida pada pasien dengan kasus lumpuh layu (acute flaccid paralysis/AFP), serta perubahan nukleotida 25 dan 26, pada kasus yang tidak bergejala atau asimtomatik.

"Keadaan dinyatakan sudah bersirkulasi di masyarakat, makanya ada abjad “c” di depan VDVP2, yaitu virus penyebab KLB ini," ujar Tjandra dikutip dari Antara, Rabu (21/12/2022).

Baca Juga: Menginfeksi 4 Anak di Aceh, Apakah Polio Bisa Serang Orang Dewasa?

Tjandra yang kini menjabat Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI itu mengatakan, setidaknya ada dua dampak yang muncul bagi negara berstatus kasus importasi cVDPV2.

Bicara soal who klasifikasikan polio sebagai wabah yang diwaspadai
Pakar Kesehatan sekaligus Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Profesor Tjandra Yoga Aditama. (Antara/HO-YARSI).

Pertama, perlu menyatakan KLB sebagai masalah kegawatan kesehatan nasional. Kedua, juga dianjurkan kepada penduduk setempat serta orang asing, yang menetap dalam jangka waktu panjang untuk mendapatkan Vaksin Polio Injeksi (IPV).

Vaksin diberika minimal dalam empat pekan hingga 12 bulan sebelum bepergian ke luar negeri. Menurutnya, dua hal itu adalah anjuran WHO berdasarkan rekomendasi dalam pernyataan (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC).

"Kedua hal itu tentu punya dampak amat luas kalau memang akan diberlakukan, karena itu sejak sekarang harus dicari jalan keluar terbaiknya. Setidaknya, diperlukan diplomasi kesehatan internasional," katanya.

Baca Juga: Polio Bisa Dicegah dengan Vaksinasi Lengkap serta Pola Hidup Bersih dan Sehat

Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian Penyakit dan Mantan Kepala Balitbangkes Kemenkes RI itu mengatakan, ketentuan tersebut berdampak bagi pelaku perjalanan internasional. Salah satunya aktivitas haji dan umrah ke Arab Saudi.

"Belum lagi kalau dilihat pengumuman Pemerintah Saudi Arabia untuk tahun 2022, di mana jamaah haji dan umrah, kalau menurut aturan Pemerintah Saudi tahun ini, maka jamaah dari negara dengan cVDPV2 perlu dapat IPV atau setidaknya OPV,” tuturnya.

“Waktu itu tentu Indonesia belum ada dalam tabel, kalau Saudi mengambil data DONs kemarin, maka tentu masalah bagi jamaah kita, yang mudah-mudahan tidak terjadi," sambungnya.

Tjandra mengingatkan pemerintah, untuk segera mengambil langkah antisipasi terhadap potensi kerugian bagi masyarakat, sebagai dampak dari langkah WHO mempublikasikan KLB Polio Indonesia di dalam DONs.

"Berbagai kemungkinan dampaknya perlu diantisipasi sejak hari-hari ini, dan potensi yang merugikan perlu dicegah, agar jangan sampai terjadi. Artinya, penanganan epidemiologi di lapangan perlu berjalan bersama diplomasi kesehatan internasional," imbuhnya.

Artikel Menarik Lainnya:

TAG
Dina Agustina
Achmad Rafiq
JOIN US
JOIN US