Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, M.Epid mengatakan, orang yang terpapar virus corona, berpotensi terkena penyakit demam berdarah.
"460 kabupaten kota yang melaporkan ada kasus demam berdarah, 439 di antara wilayah itu juga melaporkan kasus COVID. Jadi ada infeksi ganda," ungkap Nadia dalam diskusi virtual di BNPB, Jakarta Timur, Senin (23/6/2020).
"Fenomena ini yang terjadi, artinya memungkinkan seseorang kalau dia terkena COVID-19. dia juga berisiko terinfeksi demam berdarah," tambahnya.
Ia menjelaskan, virus corona dan demam berdarah sama-sama disebabkan oleh virus. Hanya saja medianya berbeda. Virus corona bisa menular ke sesama manusia melalui droplet, sedangkan demam berdarah bisa disebabkan oleh gigitan nyamuk Aides Agepti yang membawa virus dengue.
Virus dengue sendiri terdiri dari empat jenis virus, yaitu dengue serotipe-1, serotipe-2, serotipe-3, dan serotipe-4.
"Karena prinsipnya COVID dan demam berdarah belum ada obatnya, vaksinnya juga belum efektif. Cara mencegahnya dengan menghindari gigitan nyamuk. Dan sama-sama virus ini," ungkapnya.
Nadia menambahkan, sejarah penyakit demam berdarah awalnya ditemukan di Indonesia pada tahun 1968, yang tingkat kematiannya mencapai 50% saat itu.
Kini, angka kematian akibat virus tersebut sudah menurun menjadi di bawah 1%.
"Kini angka kematian sudah menurun menjadi di bawah 1 persen. Target kita tidak ada lagi, angka kesakitan di bawah 20 persen, kecuali saat kejadian luar biasa (KLB) di 2016," jelasnya.
"Ada yang berbeda di tahun ini mengapa penambahan kasus sampai bulan Juni demam berdarah masih cukup banyak.Angka ini agak berbeda dari tahun sebelumnya. 100 sampai 500 per hari. Jadi total 68.000 kasus sejauh ini di seluruh Indonesia," sambungnya.