Ahli Toksikologi: Vape Justru Memiliki Risiko Kesehatan Lebih Rendah

- Rabu, 27 November 2019 | 16:44 WIB
Ilustrasi/Unsplash
Ilustrasi/Unsplash

Seorang ahli toksikologi dari Universitas Airlangga bernama Shoim Hidayat menyatakan rokok elektrik atau vape dan produk tembakau alternatif lainnya, seperti produk tembakau yang dipanaskan justru memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan rokok.

"Publik masih menganggap produk tembakau alternatif lebih berbahaya daripada rokok. Hal itu adalah sebuah penyimpulan yang tergesa-gesa, apa dasarnya?," kata Shoim (27/11).

Shoim juga mengatakan, sangat wajar bila Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto masih enggan berkomentar soal vape. Alasannya adalah karena berdasarkan kajian ilmiah yang komprehensif dan informasi yang akurat tentang produk tersebut masih minimal di Indonesia.

Shoim mengungkapkan bahwa rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan memiliki risiko kesehatan lebih rendah, jika dibandingkan dengan rokok karena tidak terjadi proses pembakaran.

Contohnya seperti, produk tembakau yang dipanaskan, memanaskan batang tembakau asli pada suhu tertentu sehingga tidak menghasilkan asap, melainkan non-smoke aerosol (kabut).

Asap yang dihasilkan dari pembakaran rokok mengandung partikel karbon dan lebih dari lima ribu senyawa mikropartikel padat. Jumlah total partikel padat tersebut setelah dikurangi kadar air dan nikotin (TAR).

Sementara itu, di produk tembakau yang dipanaskan, bahan kimia yang terkandung, seperti senyawa organik dan air akan menguap saat dipanaskan. Uap itu kemudian akan terkondensasi menjadi partikel cair dan membentuk kabut.

Dalam kaidah toksikologi, Shoim menjelaskan bahwa seluruh bahan kimia, termasuk asap rokok, makanan minuman dan lainnya, hakikatnya adalah racun.

"Hanya dosis yang dapat membedakan apakah bahan kimia tersebut berperan sebagai racun atau sebagai obat jika masuk ke dalam tubuh," ujar Shoim.

Dia juga menyinggung Selandia Baru yang mengizinkan rokok elektrik untuk mengatasi masalah rokok tradisional.

"Selandia Baru sudah selangkah di depan menggunakan produk tembakau alternatif untuk mengatasi masalah rokok di negaranya, sementara Indonesia masih berkutat dengan pro dan kontra. Bapak Menkes harus segera melakukan gebrakan nyata dengan melakukan kajian ilmiah yang komprehensif dengan menggandeng semua pemangku kepentingan untuk hasil yang menyeluruh," ujar Shoim.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Terkini

X