Punya Gejala yang Sama, Ini Bedanya Virus Korona dengan Batuk Biasa

- Selasa, 4 Februari 2020 | 16:43 WIB
petugas memeriksa keadaan warga usai turun dari bus untuk mengetahui serangan virus korona (REUTERS/Tyrone Siu)
petugas memeriksa keadaan warga usai turun dari bus untuk mengetahui serangan virus korona (REUTERS/Tyrone Siu)

Beberapa minggu belakangan ini, dunia tengah digemparkan dengan wabah penyakit akibat virus korona. Virus yang berasal dari Wuhan, Tiongkok ini membuat ratusan nyawa melayang dan ribuan orang terinfeksi virus korona. Bahkan, virus dengan nama 2019-nCoV ini, membuat hampir 10.000 penerbangan dari dan ke Tiongkok dibatalkan.

Virus yang telah mewabah ke berbagai negara ini, memiliki gejala mirip dengan penyakit batuk dan pilek biasa. Lantas, apa bedanya penyakit batuk biasa dengan virus korona?

-
Petugas medis saat mengevakuasi pasien penderita virus korona (REUTERS/cnsphoto)

Dr. Ngabila Salama selaku Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, mengatakan bahwa gejala virus korona mirip dengan  penyakit batuk dan pilek. Risiko seseorang terkena penyakit ini akan lebih besar, ketika sudah melakukan perjalanan ke Tiongkok.

"Yang ditanya pertama bukan batuk dan pilek, tapi apakah dalam 14 hari terakhir ke China, termasuk Taipei," kata Ngabila dalam siaran radio Suara Edukasi, Selasa (4/2/2020).

Ngabila menuturkan, ketika gejala demam dan pilek muncul setelah melakukan perjalanan ke Tiongkok, sebaiknya segera menghubungi petugas kesehatan.

-
ilustrasi wanita menderita batuk (medicalnewstoday)

Ia menambahkan, virus korona bisa turun ke paru-paru dan  menyebabkan radang paru. Jika hal ini terjadi, maka pasien akan dimasukkan ke rumah sakit rujukan dan menjalani pemeriksaan.

"Kasus (orang) yang diawasi di rumah sakit, diisolasi, ada, tapi sampai sekarang (di Indonesia) tidak ada yang positif novel coronavirus," kata Ngabila.

Sampai saat ini, para peneliti masih mencari tau penyebab dan obat dari virus korona.

"Virus, penyakit yang (mengatasinya) kita cukup minum, (misalnya) obat pereda demam, pereda gejala lain, itu sudah cukup. Tapi karena ini virus baru yang ibaratnya 'kebandelan' virusnya belum tahu sejauh mana, tetap harus waspada," tutur Ngabila.

Hingga saat ini, orang-orang yang diawasi di rumah sakit dan puskesmas soal risiko terjangkit virus korona diberi obat batuk dan pilek. Keadaaan mereka terus dipantau petugas medis. Bila keadaan pasien memburuk, maka akan dirujuk ke rumah sakit.

-
ilustrasi pria sedang batuk (netdoctor)

Ngabila juga menambahkan, status virus korona sebagai darurat dunia dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), disebabkan oleh penyebaran virus yang berlangsung cepat dan jumlah kasus terus mengalami peningkatan.

Meski demikian, tingkat kematian virus korona ini masih rendah jika dibandingkan dengan virus Severe acute respiratory syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS CoV).

"Angka kematiannya 2-3 persen. SARS pada 2002 angka kematiannya 10 persen, MERS COV 35 persen," ujar Ngabila.

Ngabila juga mengimbau agar masyarakat tak gampang percaya dengan informasi, yang bertebaran soal virus korona.

Halaman:

Editor: Administrator

Terkini

X