Waspada Hipertensi, Gejala Stroke Bisa Muncul Mendadak

- Senin, 9 Desember 2019 | 16:38 WIB
Ilustrasi cek darah (Pexels/Pranidchakan Boonrom)
Ilustrasi cek darah (Pexels/Pranidchakan Boonrom)

Bayer bersama Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI) dalam Gerakan Peduli Hipertensi menghadirkan dr. Eka Harmeiwaty, SpS, dokter spesialis saraf (Neurologist) untuk menjelaskan hubungan hipertensi dengan stroke serta manfaat melakukan pengukuran tekanan darah sendiri (PTDR)/home blood pressure monitoring (HBPM) untuk mencegah terjadinya stroke. 

Hasil Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan RI tahun 2018 menunjukan prevalensi stroke berdasarkan diagnosis pada penduduk berusia lebih dari 15 tahun adalah 10,85 persen. 

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada tahun 2016, stroke menempati peringkat ke-2 sebagai penyakit tidak menular penyebab kematian dan peringkat ke-3 penyebab utama kecacatan di seluruh dunia. 

Hipertensi merupakan penyebab utama stroke di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Untuk itu, pentingnya mencegah dan mengobati hipertensi yang dilakukan dalam upaya mencegah terjadinya stroke.

Hipertensi adalah faktor risiko paling sering menyebabkan terjadinya stroke iskemik dan stroke hemoragik.  

Angka prevalensi hipertensi pada orang dewasa di Indonesia meningkat dari 25,8 persen di tahun 2013 menjadi 34,1 persen di tahun 2018. 

"Artinya, saat ini 3 di antara 10 penduduk Indonesia yang berusia 18 tahun ke atas adalah penderita hipertensi”, kata dr.Eka. 

Ia juga mengatakan berdasarkan Indonesian Stroke Registry yang dilakukan di 18 rumah sakit pada tahun 2014, hasilnya menunjukkan dari 5.411 pasien stroke, 67 persen adalah stroke iskemik dan 33 persen stroke hemoragik perdarahan.  

Angka ini berbeda dengan data global yang menyebutkan insidens stroke iskemik adalah 80-85 persen dan stroke hemoragik 15-20 persen.  

Terkait hubungan antara hipertensi dan stroke, Dr. Eka menjelaskan, hipertensi menyebabkan stroke iskemik dan stroke hemoragik melalui mekanisme yang berbeda. 

Tekanan darah yang tinggi akan merusak elastisitas pembuluh darah di otak, dinding pembuluh darah menebal dan mempermudah terbentuknya plak. Keadaan ini akan membuat lumen pembuluh darah menyempit dan tersumbat. 

Akibatnya otak tidak bisa mendapat suplai oksigen dan nutrisi yang akan menyebabkan kerusakan hingga kematian sel saraf di otak. Selain itu hipertensi kronis akan menyebabkan penipisan dinding pembuluh darah arteri yang lebih kecil, dan menyebabkan terbentuknya gelembung yang bisa pecah sewaktu-waktu. 

Darah yang keluar dari pembuluh darah akan menekan sel saraf di sekitarnya dan menyebabkan kerusakan. 

"Tubuh mempunyai kemampuan mengabsorbsi darah, sehingga bila perdarahan tidak luas pemulihannya akan lebih baik dari stroke penyumbatan. Namun bila perdarahan luas akan berakibat fatal." kata dr. Eka. 

Halaman:

Editor: Administrator

Terkini

10 Dampak Negatif Polusi Udara Terhadap Kesehatan

Selasa, 26 Maret 2024 | 06:20 WIB
X